Rabu, 04 Maret 2015

Tuan atau Nona?



Kepada jenuh yang pernah terus –menerus hinggap di kepala saya lalu hilang entah kemana,
            Terimakasih waktu itu kau sengaja menghampiri pikiran kemudian hati saya tanpa berpikir panjang, karenamu saya jadi tak pernah segan untuk bersyukur, tak pernah lupa bahwa saya masih layak untuk bermimpi. Kau ingat seminggu lalu? Saat saya tak ingin pulang ke dunia perkuliahan? Oh tunggu, bahkan waktu itu saya mengeluh karena keberangkatan yang melelahkan.  Baiklah, ijinkan ingatan ini melanglangbuana. Saya masih tidak menyangka bisa bertemu denganmu, dan lihatlah sekarang, kita sudah tak lagi melebur. Hebat, bukan? Padahal kala itu saya tak ingin menulis lagi, menuangkan apa yang saya pikirkan dan apa yang saya lihat, bahkan saya tidak lagi merasa harus membangkitkan mimpi. Padahal waktu itu saya ingin yang begini saja, menikmati apa yang ada dan tidak pernah berniat melihat angkasa, bahkan membayangkan keajaiban-keajaiban di luar sana. Kau tahu kenapa? Karena seorang sahabat mengingatkan saya, bahwa ada saat dimana kita harus belajar menghargai kesempatan. 

Saya tidak tahu harus memanggilmu seperti apa, tuan ataukah nona?
Apapun itu, tapi sudah saatnya kau kembali pulang, merengkuh rumah lama atau mungkin mencari singgahan baru. Maaf, bukan tak mau saya memberimu tumpangan, tapi biar saja orang lain juga bisa merasakanmu. Karena kau adalah bukti bahwa seseorang pernah belajar.

Salam,


-bunga yang manis-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.