Kepada
jenuh yang pernah terus –menerus hinggap di kepala saya lalu hilang entah
kemana,
Terimakasih waktu itu kau sengaja menghampiri pikiran kemudian hati saya tanpa
berpikir panjang, karenamu saya jadi tak pernah segan untuk bersyukur, tak
pernah lupa bahwa saya masih layak untuk bermimpi. Kau ingat seminggu lalu?
Saat saya tak ingin pulang ke dunia perkuliahan? Oh tunggu, bahkan waktu itu
saya mengeluh karena keberangkatan yang melelahkan. Baiklah, ijinkan
ingatan ini melanglangbuana. Saya masih tidak menyangka bisa bertemu denganmu,
dan lihatlah sekarang, kita sudah tak lagi melebur. Hebat, bukan? Padahal kala
itu saya tak ingin menulis lagi, menuangkan apa yang saya pikirkan dan apa yang
saya lihat, bahkan saya tidak lagi merasa harus membangkitkan mimpi. Padahal
waktu itu saya ingin yang begini saja, menikmati apa yang ada dan tidak pernah
berniat melihat angkasa, bahkan membayangkan keajaiban-keajaiban di luar sana.
Kau tahu kenapa? Karena seorang sahabat mengingatkan saya, bahwa ada saat
dimana kita harus belajar menghargai kesempatan.
Saya
tidak tahu harus memanggilmu seperti apa, tuan ataukah nona?
Apapun
itu, tapi sudah saatnya kau kembali pulang, merengkuh rumah lama atau mungkin
mencari singgahan baru. Maaf, bukan tak mau saya memberimu tumpangan, tapi biar
saja orang lain juga bisa merasakanmu. Karena kau adalah bukti bahwa seseorang
pernah belajar.
Salam,
-bunga
yang manis-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar