Sumber: Dokumentasi Pribadi Rinrin Indrianie
Aroma ilalang
merebak di sepanjang jalan, tak ada embun. Gerimis yang telah lama turun
membasahi Gadjah Mungkur, memberi kesan sepi. Hanya ada saya dan
lelaki tua di sisi jalan, tapi posisi kami tidak berpapasan, saya berada agak
jauh dibelakangnya, memerhatikan apa yang dipikulnya di atas sepeda ontel. Betapa
ia sudah tua dan butuh uluran tangan, tubuhnya yang digerogoti usia itu tampak
begitu memprihatinkan, ia seorang diri.
Pasti lelaki ini
sejak tadi belum berteduh! Kemana anak-anaknya? Istrinya mungkin? atau cucu
kesayangannya?
Oh, mungkin saja ia ingin
menukar barang bawaannya dengan seikat padi untuk digiling menjadi beras, atau
membagi ke peternakan untuk dijadikan jerami. Iya, tapi ini hanya hipotesa
awal, saya tak sepenuhnya yakin.
Kakinya gemetar, tubuhnya
lunglai, namun terselubungi dengan baju biru yang tampaknya ia kenakan sejak kemarin
sore, lusuh dan kumuh, atau ia sudah berjalan berhari-hari? Setidaknya ia membutuhkan receh atau
secangkir teh panas. Saya terus membuntutinya dari belakang, ia tak curiga. Bau aspal
terkena panas matahari yang baru saja dibasahi gerimis sangat menyengat,
membuat saya semakin ingin tahu tujuan lelaki tua itu.
Awalnya saya mengurungkan
niat, berencana mengikutinya sampai saya tahu apa yang membuat langkah kakinya
berada di jalan ini. Tapi yang benar saja, berjam-jam saya berteduh dibawah
langit menganga, saya kedinginan!
“Pak, mau kemana?” tidak
digubris sama sekali. Barangkali ia sudah pikun,
saya ulangi pertanyaan yang sama.
“Anak saya kelaparan, dari
kemarin belum makan. Saya dari bawah mau ke tanjakan memberi ini untuknya.
Kasihan dia,” katanya kelelahan.
Saya terkejut.
Saat ia menunjuk ilalang di
atas sepedanya.
Prompt#65 in MFF: 243 words
Sedih :(
BalasHapusHalo. Request join MFF ya?
BalasHapusTapi saya nggak bisa kirim pesan di inbox nih :)
Anindita: kasian bapaknya :(
BalasHapusRed Carra : halo kak! inboxnya lewat mana ya?:)
lewat facebook dong, request joinnya di facebook kan?
Hapusmaaf sebelumnya kak, saya request join MFF di grup facebook udah lama, tapi belum dikonfirm sampai sekarang hehe:)
HapusIya, karena saya nggak bisa kirim inbox ke kamu. Settingan facebookmu kan nggak bisa dikirim inbox :)
HapusTanpa menjawab inbox dari Admin, mohon maaf, tidak bisa kami approve :)
Silakan dibaca aturan main umum dalam grup ya... http://mondayflashfiction.blogspot.com/p/about-us.html
Silakan inbox saya (Carolina Ratri) kalau kamu masih ingin bergabung.
Makasih.
saya udah baca aturan mainnya kak, udah lama juga kok temenan di facebook a.n Carolina Ratri.
Hapusiya kak, gpp kok, sekalian latian nulis juga :)
Endingnya keren! Bikin penasaran dari awal :)
BalasHapuswah, thanks udah mampir!:)
HapusHaii, ceritanya bagus dan sedih di bagian akhir :(
BalasHapusMenurutku, deskripsi di paragraf pertama menarik sekali, namun jadi luntur ketika membaca "coklat panas". Mungkir secangkir teh terasa lebih cocok.
Satu hal yang membuat rancu "baju biru yang ia kenakan sejak kemarin sore". Sepertinya si Aku sudah lama menjadi stalker si Bapak Tua.
Haha, itu pendapat dariku. CMIIW. :D
thx mbak udah kasih masukannya! segera saya revisi hehe :)
Hapusceritanya keren banget!!
BalasHapusthankyou!!! hihi xD
Hapusceritanya keren!
BalasHapusterlepas dari masukan mbak rizki di atas
anaknya = sapi?
BalasHapusBagian ending saya bingung sebenernya. Koreksi sedikit untuk penggunaan huruf kapital di awal kalimat meskipun dalam dialog tetap pakai huruf kapital.
BalasHapus“pak, mau kemana?” -> "Pak, mau kemana?"
:D v
wah mas/mbak, trmksh info eyd nya! saya pemula harap maklum ya hehe:)
Hapusanaknya apaan dikasih makan ilalang? huft! KEREN!!!;)
BalasHapus“Anak saya kelaparan, dari kemarin belum makan. Saya dari bawah mau ke tanjakan memberi ini untuknya. Kasihan dia.” Katanya kelelahan.| Sedikit tambahan koreksi. Di antara kata 'dia' dan 'katanya' harusnya diberi tanda koma ','.
BalasHapus