Selasa, 14 Agustus 2018

Pelaku Utama dan Penyederhana Diksi


Seperti legenda kebanyakan, maka ini adalah sebuah cerita asal-usul yang ingin saya tuliskan 
Orang-orang terdekat mengenal saya dengan OS. Selain merupakan singkatan dari Onixtin Sianturi, OS memiliki arti Operating System. Memilih inisial OS tentu dengan alasan.
Diambil dari wikipedia, OS atau sistem operasi (dalam bahasa) berarti perangkat lunak sistem yang mengatur sumber daya dari perangkat keras dan perangkat lunak untuk program komputer. Tanpa sistem operasi, pengguna tidak dapat menjalankan program aplikasi pada komputer, kecuali program booting.
Sederhananya, Operating System (OS) adalah pelaku utama dalam program aplikasi.
Begitu pula dengan Onixtin Sianturi (OS) yang juga ingin menjadi pelaku utama dalam cerita perjalanan hidupnya sendiri.

Saya selalu butuh ruang untuk menuangkan imajinasi, perspektif, atau opini, tanpa diatur dan mengikuti aturan manapun. Maka terbentuklah sebuah rumah bernama onix-octarina.blogspot.co.id tahun 2013 dengan halamannya yang usang dan penuh rumput bahkan hingga kini ketika namanya pun sudah berubah menjadi onixoctarina.com. Blog ini masih sama, tidak terurus namun penghuni di dalamnya tetap ada. Tidak peduli apakah ada tamu yang berkunjung secara cuma-cuma lalu pergi atau ada pembaca setia tanpa diminta, blog ini selalu menjadi rumah bagi saya. Ia menjadi tempat bercerita, penerima sukacita, sekaligus pengawas rutinitas seperti peliput berita. Ia mau menjadi pendengar keluh kesah tanpa menghakimi seperti orang-orang di luar sana, hingga tidak enggan saya menyebutnya sebagai pulang. 
Ada 3 tajuk yang paling sering saya bahas di rumah ini: heart talks, weekend escape, dan writing competition.

Writing competition saya pilih menjadi halaman depan dan teras. Lebih banyak mengulas sesuatu dengan tema tertentu yang diadakan oleh pihak manapun. Dengan alasan supaya produktif, maka halaman ini sengaja saya buat. Selama bisa diikutkan, kenapa tidak dicoba? Karena saya percaya kata Ariev Rahman, teruslah menulis sampai kau tidak tau kemana tulisan itu akan membawamu. Memang tidak satu-dua-tiga kali saya memperoleh hasil dari tulisan-tulisan itu. Namun ada yang paling saya ingat, untuk kali pertama, saya menginjakkan kaki di Labuan Bajo karena sebuah tulisan dan candu setelahnya.

Memasuki lebih dalam, Weekend escape adalah ruang tamu. Kalau beruntung, siapapun pembacanya juga bisa tiba di ruang keluarga. Ini adalah tempat saya bercerita dikala membutuhkan ruang untuk melarikan diri dari hiruk pikuk kota dan kebisingan sosial. Selalu tentang perjalanan, akhir pekan rasanya menjadi waktu yang pas untuk menemukan hal baru dan berhenti dari rutinitas senin sampai jumat. Maka saya menamainya Weekend escape, biar ada kesempatan untuk menepi dari istilah harus begitu dan begini. Ini juga adalah cerita pertama kali saya keluar dari zona nyaman.

Sedangkan Heart talks adalah tempat yang saya anggap sebagai ruang kamar. Corat-coret dalam hidup saya yang tentu tidak setiap saat mujur, tapi selalu terselip kata bahagia walau kecil porsinya. Heart talks adalah saat-saat saya membuat pernyataan yang mengalir begitu saja, biasanya tulisan-tulisan semacam ini memiliki energi tertentu. Jika sedang kalut, maka rasa dalam tulisan itu juga demikian. Jika mengalami ketakutan tidak beralasan, kejenuhan juga penat, rasa bersalah yang hebat, kecewa dan sedih yang melebur bersama atau bahagia yang sederhana, maka bisa dipastikan itu ditulis di atas kejujuran. Bisa sedang menangis, bangga, atau malah marah saat menuturkannya. Bahkan ketika dibaca berulang besok, lusa, dan besoknya lagi, atau tahun depan, saya masih bisa merasakan kalau energi itu nyata.

Dengan mengandalkan ‘kata-kata’, sebagian besar kalimat dalam kamar saya adalah diksi yang disederhanakan. Saya ingin agar orang-orang mengetahui bahwa menuliskan sesuatu dengan diksi tidak selalu karena galau. Saya ingin agar orang-orang bisa menikmati diksi tanpa harus mendayu-dayu hingga tidak mengerti apa artinya. Saya ingin mengelola emosi dengan cara mengumpulkan kosakata. Saya juga ingin memilihkan kata yang tepat untuk mewakili sebuah gagasan atau kondisi. 

Meski ‘bebas’, saya tidak berbuat ‘semau’ saya. Namun tetap berkiblat pada KBBI dan EYD. Karena hidup bebas itu diperbolehkan dan dibutuhkan, tapi tidak asal-asalan. Hal kecil seperti salah ketik atau membedakan ‘Di’ sebagai preposisi dan ‘Di’ untuk prefiks saja disepelekan, apalagi ingin memahami yang lebih rumit semacam apa yang aku mau dan apa yang kau mau? (Fiersa Besari).
Tapi-tapi, kalau kalian menemukan kesalahan itu, tolong cepat beritahu saya! Hahaha!

Ketika menulis di 3 ruang dalam rumah ini, saya selalu butuh ruang sendiri untuk menata atau membiarkannya berantakan, dengan melepas jam tangan dan tanpa menyetel lagu. Saat-saat sedang mendung, senja, dini hari, atau di ruangan sepi, adalah waktu yang pas agar saya bisa bebas berkata apapun dan melihat jari ini saling beradu di keyboard laptop.
Maaf, suka tidak suka dengan tulisan yang terbaca, tidak menjadi urusan saya. Karena saya menulis bukan untuk orang lain, tapi diri sendiri. Ketika begitu banyak suara berseliweran yang harus didengarkan, saya memilih menuliskannya.

Meski sering kali menuliskan banyak hal dalam blog ini, tapi ketahui saja, pembaca hanya mengetahui 1% dari hidup saya. 99% lainnya kemana? Ada di dapur. Masih saya sekat sebagai kehidupan pribadi yang tidak perlu diumbar pada orang lain. Alasan utamanya adalah karena saya introvert. Bukan, bukan artinya tertutup atau pemalu, tapi saya lebih memilih menceritakan lebih detail pada orang-orang terdekat dan bisa saya percaya. Memang sudah saya anggap sebagai rumah, namun blog ini masih konsumsi publik, maka tolong pahami. 
Jadi, jika yang kalian baca rasanya seperti mengenal saya, maka itu hanya 1%nya saja. Tidak mengapa, 1 adalah angka pelengkap dari 99 lainnya yang sering kali berguna untuk menyempurnakan.  

Saya memang tidak mengundang tamu untuk berkunjung, jadi jika ada komentar di kolom itu rasanya adalah yang paling bahagia. Jika ingin berkomentar silakan, namun jika hanya ingin menjadi pembaca saja juga tidak masalah. Saya tidak memaksa, toh kalian tidak pernah menuntut agar rumah yang halamannya masih banyak rumput liar ini dibersihkan secepatnya. HAHAHA.



Salam,
OS (sang pelaku utama dan si penyederhana diksi)





Jumat, 03 Agustus 2018

Kebakaran di Gili Lawa Darat, apa kata travel influencer?

"Instagram itu membunuh lingkungan dan pariwisata" -@raye_brahm
Saya bukan travel blogger, apalagi travel influencer, tapi kok ya topik ini menarik untuk dibahas.

Jadi begini, kemarin pagi secara kebetulan, saya melihat isi stories a.k.a instagram story milik seorang tour guide yang dulu pernah menyiapkan itinerary kami ke Labuan Bajo. Ceritanya, saya dan pemilik akun @akbr_gvns berteman di instagram dan sampai saat ini masih berkomunikasi dengan baik.
Wajar saja jika mas Akbar –sapaan untuknya- sering memposting perjalanan di Labuan Bajo. Salah satu isi stories yang menunjukkan kalau ia turun dari Pulau Padar tanpa menggunakan alas kaki, menarik perhatian. Kemudian dengan spontan, saya repost isi stories mas Akbar ke instagram milik saya.

Pertanyaannya, ngapain repot-repot harus repost?
Saat dulu mendaki Pulau Padar di musim kemarau November tahun lalu, mas Akbar ini juga menemani kami sampai puncak tanpa alas kaki. Tidak terbayangkan di benak saya bagaimana rasanya menapaki anak tangga di Padar yang panasnya kayak mau noyor muka orang, bikin kzl wkwk. Saya lupa berapa tinggi Pulau Padar, tapi yang pasti itu tinggi dan serem kalau tidak hati-hati. Karena kekaguman itu, maka saya repost.
Pulau Padar
Pulau Padar
Lalu, salah seorang teman dari mas Akbar yang juga berteman dengan saya di instagram mengomentari postingan itu, kemudian berlanjut ke topik yang menarik.
Dan saya juga baru tau kalau mereka itu berteman hahaha! Sampai di sini paham? :D
Singkatnya, akun milik @sayariza kemarin sore bilang terjadi kebakaran di Gili Lawa yang katanya karena lalai demi footage dokumentasi.
Gili Lawa Darat via blog/@kadekarini
Gili Lawa adalah salah satu rangkaian pulau di kawasan Taman Nasional Komodo. Jujur saja, saya belum pernah menginjakkan kaki di Gili Lawa, tapi rasanya tidak ada satupun pulau di kawasan ini yang tidak memesona. Bisa disimpulkan kalau Gili Lawa sama ikoniknya dengan Pulau Padar. Jadi, meski belum pernah, setidaknya saya bisa ikut merasakan bagaimana mirisnya salah satu savana yang cantik kebanggaan alam hangus tanpa sisa.  
Entah punya nama atau tidak, hampir semua bukit di kawasan TN Komodo punya pesona masing-masing
Dilansir dari akun resmi @komodo_national_park, kebakaran awalnya diduga dari puntung rokok yang disebabkan oleh pengunjung di puncak Gili Lawa. Namun, beredar kabar jika pulau cantik di Manggarai Barat ini terbakar karena kebutuhan properti foto prewedding akibat menyalakan kembang api (via liputan6.com).
Menariknya adalah, dari beberapa hasil pemeriksaan sementara, diduga penumpang kapal dari sebuah agensi travel ternama adalah pelaku penyebab terjadinya kebakaran. Siapa yang tidak tau Indonesia Juara Trip dengan owner Agung Afif? Yang juga sebagai travel influencer, Agung menanggapi berita itu melalui instagram story miliknya, kira-kira begini:
Jadi saya sedang bekerja untuk membuat video di China dan saya dapat berita paling sedih dalam hidup saya dimana ada berita Gili Lawa terbakar diduga salah satu Tour Leader @indonesiajuaratrip yang bertugas lalai dalam menjaga aktifitas tamu dalam berwisata yang akhirnya menyebabkan kebakaran. Saat ini yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan polisis dan masih menunggu keputusan dari pihak kepolisian. Saya sedang tidak berada di Labuan Bajo sehingga tidak tau pasti apa yang terjadi sebenarnya. Berita di lapangan masih simpang siur dan di sini mohon maaf jujur, banyak oknum yang memanfaatkan momentum persaingan bisnis. Ada beberapa berita yang dikonfirmasi tidak benar dan ada yang dilebih-lebihkan. Jadi sampai saat ini kami masih menunggu keputusan kepolisian. Tapi saya pastikan apabila berdasarkan pemeriksaan memang terbukti bersalah, kami selaku pihak perusahaan akan melakukan tindakan keras sampai ke tahap pemecatan dan tentunya akan mengikuti prosedur hukum dan akan bertanggung jawab dengan pihak Taman Nasional Pulau Komodo.

Kelanjutannya bisa cek di sini:
Awalnya, saya sama sekali tidak tau kalau oknum berasal dari agensi tersebut. Setelah melihat langsung postingan @gungafif, saya baru menyadari satu hal. Dari klarifikasi dan konfirmasi Agung menunjukkan kalau tidak ada permintaan maaf akibat kelalaian itu.
Tentu tulisan ini bukan untuk ikut menyulut api yang sedang ramai dibicarakan, tapi sebagai apresiasi pada travel influencer kebanggaan saya yang turut berbelasungkawa atas matinya perasaan para penikmat perjalanan. Kok tega?
Akibat Pengunjung Lalai, 10 Hektar Savana Gili Lawa Darat Hangus Terbakar
Kebakaran di Gili Lawa via instagram/komodo_national_park
Sering mengikuti akun travel influencer, travel blogger, atau pegiat travel seperti @her_journeys, @kadek_arini, @marischkaprue, @amrazing, @arievrahman, @takdos -yang kalau disebutkan satu persatu tidak akan cukup- membuat saya punya pola pikir baru terhadap perjalanan. Bukan cuma perjalanan, tapi juga alam sebagai destinasinya. Pernah berkomunikasi dengan mereka via media sosial, bikin saya berpikir kalau perjalanan itu adalah sesuatu yang layak untuk dibagikan. Mereka, yang dalam tanda kutip sudah pro, sama sekali tidak menciptakan kesan show off pada audience karena sudah berpergian kemana-mana. Justru, pengalaman hidupnya, proses yang mereka lewati, konsistensi, membuat saya semakin ingin menggali diri #eaaaa

Kebakaran di Gili Lawa pada Rabu malam (01/08/2018), ternyata bikin hampir semua pegiat travel ikut menanggapi, apalagi bagi mereka yang sudah pernah ke sana. Ada yang nyinyir, ada yang berkomentar pedas, adapula yang kreatif. Tapi mereka semua turut prihatin dengan kejadian ini. Selamat sudah berhasil jadi infuencer yang berdedikasi ya! Followermu jadi membenamkan mindset yang serupa dengan kalian hahaha! Mari kita ulas apa kata pegiat travel soal ini?
Dari Kak Prue @marischkaprue yang pernah foto cantik sama rusa di Gili L
 

Dari si kreatif Kak Anggey @her_journeys
 


Dari si kritis Koh Alex @amrazing

Dari si pencerita yang baik Kak W @windy_ariestanty

Dari @asokaremadja yang paling update 

Dari @kadekarini yang juga lagi di China

Dan sebagai penutup, dari Bang Adis kebanggaan kita @takdos 
Kalau dipikir-pikir ternyata mereka semua itu sepertemanan HAHAHA! 
Komentar paling menyelentik datang dari @iwwm di kolom komen postingan @indonesiajuaratrip. Meski  kolom tersebut sudah ditutup, dan tidak sempat screen capture, saya masih ingat, kira-kira begini: "Kapal-kapalnya dijual aja sebagai ganti rugi"
Tampaknya esensi perjalanan mulai berubah haluan. Tanpa pikir panjang, apa saja dilakukan demi konten, pun jika resikonya merusak alam. Kenapa saya sebut konten? Rasanya dokumentasi kekinian tidak hanya untuk konsumsi pribadi. Kita ini hanya menumpang pada alam, tapi kenapa masih saja tidak tahu diri? 10 hektar lahan savana terbakar tidak akan pernah sebanding dengan dokumentasi yang entah untuk apa tujuannya. 
Area savana yang biasa menjadi rute trekking tidak dapat lagi dinikmati. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk pemulihan yang akan dilakukan dengan cara suksesi alam. Statusnya sebagai taman nasional, membuat tempat ini tidak boleh terlalu banyak mendapat campur tangan manusia.
it's gonna take years for Gili Lawa to recover from the fire. why humans are such a terrible creature? -@marveltr4sh
Satu referensi bilang kalau benar-benar alami semak baru tumbuh setelah 5 tahunan, karena emang mulai dari lumut, paku apalagi kalau sudah terbakar habis- @Anaphase06

Semoga Gili Lawa lekas sembuh dan masih bisa dinikmati keindahannya di tahun-tahun ke depan. Semoga tindak lanjut terhadap pelaku segera diproses. Semoga tidak ada lagi insiden menyedihkan dan bikin marah banyak kalangan, termasuk Sang pemilik semesta. Semoga saya, kamu, dan kita bisa lebih bijak dengan alam saat melakukan perjalanan. 

Itu dia kompilasi komentar dari travel influencer terkait kebakaran di Gili Lawa Darat, kalau menurut kamu?


Salam hangat dari,
Yang baru saja memaknai perjalanan,
Yang baru saja mengenal alam Indonesia dan jatuh cinta padanya,


OS. 

Jumat, 27 April 2018

Adopsi Inovasi dari Qlapa: Membawa Ide Baru bagi Usaha Kerajinan Ibu Kun


Penelitian untuk Skripsi membawa saya pada fakta baru tentang kekhawatiran akan keberlanjutan Danau Rawapening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Akibat pertumbuhan gulma eceng gondok yang tidak terkendali, pendangkalan yang terjadi menjadi ancaman serius. Sekitar 80% dari permukaan air di Rawapening ditumbuhi tanaman eceng gondok dan 5% tanaman air lain. Bahkan, danau ini tercatat sebagai salah satu dari 15 danau prioritas dalam pengelolaannya di Indonesia. 
Dengan luas yang lebih besar daripada Stadion GBK, Rawapening yang berada di perbatasan antara Kota Salatiga dan Ambarawa berperan sebagai sumber baku air minum, irigasi, perikanan, dan pariwisata.
Rawapening yang ditumbuhi gulma eceng gondok
Dokumentasi pribadi
Namun tidak hanya dari sudut permasalahan saja, eceng gondok juga menyimpan potensi yang besar bagi upaya pengembangan ekonomi masyarakat dengan peningkatan keterampilan dalam pembuatan kerajinan eceng gondok. Hal ini diwujudkan melalui Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berbasis rumah yang tersebar di kawasan Lopait, Muncul ataupun kawasan lain di dekat Rawapening.

Setelah kunjungan lapangan oleh dosen pembimbing pada November 2017 lalu, saya menemukan pemanfaatan eceng gondok yang ada saat ini sebagian besar adalah pemanenan eceng gondok sebagai bahan baku kerajinan. Pengepul yang mengumpulkan eceng gondok akan mengeringkannya di sekitar rumah mereka, atau di pinggir rel kereta api atau tepi jalan di depan rumah. UMKM berbasis rumah yang fokus melakukan pembuatan kerajinan dalam bentuk ornamen dalam vas ataupun berbagai wadah, serta furnitur memanfaatkan rumah sebagai tempat produksi dan penjualan kerajinan.

Ibu Kun, penjual sekaligus pembuat kerajinan eceng gondok yang bertempat di tepi jalan raya Semarang-Salatiga menuturkan:
“Kemampuan mengikuti kemauan pasar, disertai kemauan bekerja secara profesional merupakan salah satu kunci untuk bertahan dalam usaha ini”
Terkadang pesanan juga dalam bentuk gambar atau foto, dan beliau mewujudkan ke dalam bentuk karya ataupun produk sesuai yang diinginkan pemesan. 
Adapun tahap pembuatan kerajinan yaitu dari tahap pengambilan eceng gondok di dermaga untuk kemudian dikeringkan. Setelah itu, dibentuk jalinan untuk mempermudah anyaman yang akan dibuat kerajinan handmade eceng gondok. 
Walaupun memberikan dampak positif secara ekonomi bagi masyarakat, usaha rumahan untuk mengolah dan memanfaatkan eceng gondok ini tidak bisa optimal.
Ibu Kun mengeluhkan adanya berbagai resiko dan kekurangan, salah satunya dari faktor Human Capital atau SDM. Kondisi bahwa masih banyaknya eceng gondok basah yang diangkut ke kota lain seperti Yogyakarta dan Pekalongan dibandingkan dengan eceng gondok yang kemudian diolah sendiri di sekitar kawasan Rawapening, menunjukkan kurang mampunya sumber daya manusia setempat untuk memberi nilai tambah. Pengrajin lebih banyak di daerah yang berjarak lebih dari 50 kilometer jauhnya dari sumber bahan baku, sedangkan hanya beberapa orang di sekitar Rawapening yang kemudian bisa mengolah eceng gondok menjadi lebih bernilai ekonomi tinggi. Padahal eceng gondok diambil seberapapun, akan tetap tersedia dan relatif tidak memerlukan biaya besar. 

Bentuk kerajinan tangan yang ‘itu-itu’ saja ternyata belum sepenuhnya bisa memikat hati pembeli. Apalagi saat ini sedang mencuat soal fashion dan OOTD (Outfit of The Day), sehingga para pemburu barang-barang unik tidak melirik ke usaha rumahan milik Ibu Kun. Belajar untuk hal-hal yang baru dalam menciptakan berbagai inovasi juga perlu dilakukan untuk menyesuaikan kemauan pasar.

Melihat penelitian Skripsi yang akan berlanjut ke depan, saya ingin sekali membantu Ibu Kun memperkaya ide dalam membuat kerajinan tangan eceng gondoknya. Untuk bisa terjun ke ranah nasional, Ibu Kun bisa melalui tahap awal seperti pemasaran menggunakan media digital. Oleh karena itu, produk yang dihasilkan setidaknya bisa ikut meramaikan fashion style terkini lewat media sosial seperti instagram. 
Saya ingin mendukung Ibu Kun dalam berinovasi melalui situs jual beli online untuk produk handmade paling terkurasi di Indonesia. Yaps, dengan merekomendasikan produk-produk di Qlapa.com, Ibu Kun bisa mempelajari pola membuat kerajinan yang unik sehingga nantinya dapat memperkenalkan usahanya ke publik.
Qlapa.com adalah rumah produk handmade yang original. Qlapa.com memberi kemudahan mencari produk unik dan etnik secara online dan menjadi marketplace yang mewadahi pengrajin lokal No. 1 di Indonesia! Alexa.com melansir bahwa Qlapa.com menduduki ranking ke 1.644 secara nasional. Qlapa.com memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan dalam bertransaksi. Dalam satu genggaman, para online shopper  bisa menemukan produk bernilai untuk berbagai hal: kado, koleksi, dan lifestyle.
Untuk memulainya, langkah pertama yang saya lakukan adalah mengunduh aplikasi Qlapa.com di smartphone kesayangan.
Download aplikasi Qlapa
Setelah itu, di sore Kota Semarang yang sedang teduh ini, saya mencari produk yang pas untuk jadi best practice dalam usaha Ibu Kun. Pilihan pertama jatuh pada Tas Jinjing Bundar Tali Ata yang sedang kekinian, namun saat melihat-lihat lagi, ternyata ada yang lebih detail produknya karena ada tali dengan panjang 55 cm. Siapa tau Ibu Kun bisa sekalian belajar menganyam tali seperti itu, akhirnya saya berubah haluan pada jenis Tas Jinjing Bundar ini.
Masih belum puas dengan satu contoh produk, hati saya tertambat pada Tas Jinjing Oval Punduk. Karya dari perajin lokal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat yang ada di Qlapa.com bisa menjadi referensi untuk produk yang unik, beda, dan punya ciri khas. Tentu bukan maksud saya agar Ibu Kun meniru, namun memodifikasi. Dengan menjadikan contoh tersebut sebagai pilot project, saya yakin inovasi bisa kemudian diasah oleh Ibu Kun dan tenaga kerja di tokonya. Tidak masalah kalau pun tahap pembelajaran untuk usaha Ibu Kun terlihat lambat dengan cara ini, lagipula ia tidak pernah berhenti untuk terus mengembangkan usaha, dan kita perlu belajar darinya.
Tentu sangat mudah menemukan produk handmade unik di Indonesia lewat Qlapa.com, yuk simak kemudahan dalam memesan produk di Qlapa berikut ini! 
Graphic design by Onix Octarina
Graphic design by Onix Octarina
Produk sudah dipesan, sekarang tinggal tunggu kedatangannya saja, lalu akan saya antar ke toko Ibu Kun.
Dengan upaya ‘mengadopsi inovasi dari Qlapa’, akan diperoleh peningkatan pendapatan masyarakat sekitar Rawapening, termasuk Ibu Kun. Manfaat lingkungan dengan adanya pemanfaatan eceng gondok yang dilakukan di rumah-rumah dapat berkontribusi dalam mengendalikan pertumbuhan eceng gondok, sehingga tidak mengganggu pasokan air dan justru membantu kesinambungan Rawapening menjadi habitat yang terjaga.

Double impact ya?
Mari kita dukung ekonomi daerah, keunikan pengrajin lokal, dan karya-karya hebat dari produk handmade Indonesia! 

Senin, 23 April 2018

Trip 3D 2N Live on Board di Labuan Bajo: Murah/Mahal?

“Entah sejenak atau waktu yang lama, pada dasarnya kita selalu butuh ruang untuk sebuah jeda” - OS

Semua adalah tentang skripsi. Paket lengkap yang di dalamnya tidak hanya sebuah tulisan ilmiah mahasiswa, tapi juga usaha untuk mengalahkan diri sendiri, melatih kesabaran, melupakan gengsi, memahami attitude, keluar dari zona nyaman, berteman dengan kopi, dan keinginan untuk pantang menyerah.
---
“Kapan sidang, Nix?”
Seorang teman bertanya saat aku sedang mengotak-atik draft proposal di perpustakaan kampus. Aku hanya nyengir dan tidak memberi jawaban.
Baru 15 menit berada dalam fokus, seorang yang lain menghampiri.
“Udah sampe mana, Nix?”
“Sampe capek revisi,” jawabku asal.
Kali kedua ditanya hal yang serupa, aku masih biasa saja. Walaupun sedikit jengkel, namun tidak mengapa. Toh mereka hanya ingin tahu. Namun makin berdiam lama di kursi sudut perpustakan, keberadaanku masih saja kelihatan oleh orang-orang. Entah ingin membuka pembicaraan karena sudah lama tidak bertemu, atau memang hanya sekedar basa-basi.
“Udah halaman berapa? Liat dong,”
Lah wong iki raono attitude opoya, pikirku dalam hati. Aku hanya mengabaikan, namun keingintahuannya yang tidak mendasar ini lama kelamaan bikin geram. “OPOSEH URUS AE SKRIPSIMU DEWE, NGOPO MEH NGURUS SKRIPSINE WONG LIYO, HAH?”
“Nix, oi. Kok diem?” tanyanya lagi.
Aku hanya bisa menatapnya dalam, berharap suara-suara yang tadi menggebu dari hati bisa terdengar. Namun ia berusaha melihat page di layar laptop yang sudah aku tutup 30 derajat.
Kekeuh amat ni bocah.
“Apaansih.” Aku memberanikan diri.
---

Cuplikan cerita soal skripsi yang saat ini tengah aku jalani sebenarnya belum begitu menjenuhkan, namun kadang kala, pertanyaan-pertanyaan sepele dari orang-orang membuatku membutuhkan ruang untuk memahami diri sendiri. Apa ini yang disebut jeda sejenak atau untuk waktu yang lama?  
Memikirkan sebuah jeda, saya sepakat dengan sekte sabtu-minggu-dan tanggal merah adalah kebahagiaan yang hakiki. Karena dari sanalah, kita –para-penjenuh-rutinitas bisa menyegarkan pikiran kembali.  Apalagi jika hari-hari kosong itu diisi dengan kehidupan yang jauh dari hiruk pikuk kota dan gadget yang bisa ditemukan lewat Live on Board seperti ini: 
Berkesempatan menjadi salah satu pemenang lomba menulis yang diadakan oleh Insto, cerita singkat ini dimulai. Pengalaman pertama kali Live on Board yang worth it dan sampai saat ini masih tersimpan dalam memori adalah saat menjelajahi Labuan Bajo pada 23-25 November 2017 lalu. Jujur, 3D 2N berada di atas kapal bersama teman-teman yang baru di kenal menjadi sebuah pilihan yang pas untuk jeda dalam rutinitas.
Berikut itinerary selama 3D 2N saat itu yang bisa jadi referensi:


Day- 1

Day- 2


Day- 3









Melihat rencana perjalanan dan kehidupan selama di kapal, mungkin ada beberapa pertanyaan yang muncul namun sudah aku siapkan. CEK-CEK!
Bagaimana rasanya hidup di atas kapal berhari-hari?
Tentu jika tidak biasa akan merasa mual dan pusing. Namun itu hanya pada awalnya saja, di hari kedua dan seterusnya, kita akan terbiasa dengan kondisi kapal: baik saat melaju, maupun berhenti di malam hari.
Apakah ada listrik, air bersih, dan makanan yang cukup selama di sana?
Jangan khawatir! Sekarang paket Live on Board sudah banyak pilihan dengan menyediakan berbagai fasilitas. Kita cukup menyiapkan diri saja, sahabat~
Apa bisa mencuci dan menjemur pakaian di atas kapal?
Kalau hanya menjemur pakaian renang ala kadarnya ya tentu bisa. Neng, di kapal bukan buat hidup selamanya, kan?
Berapa biaya Live on Board Labuan Bajo?  
Kebetulan sekali, pada saat itu trip gratis hehe. Tapi aku sudah tanya ke tour guide yang baik hati: Mas Akbar. Untuk 3D 2N harganya:
2,5 Jt/pax untuk fasilitas AC
2,1 Jt/pax untuk fasilitas kipas angin.
Dan paket trip minimal untuk 8 orang.
Apa dengan nominal harga itu sudah include fasilitas-fasilitas yang worth it?
            Tentu saja! Yang tidak disediakan oleh pihak tour travel adalah jodoh~ hahaha!
            Perlu dinotice, paket trip tidak termasuk biaya tiket pesawat ya.   
Apa ada hari untuk menginap di hotel/penginapan?
            Ya enggaklah! Sist, ini kan namanya Live on Board. Beda cerita kalo live on hotel bintang 5.
Apakah harga tersebut mutlak?
Harga bisa berubah kapan saja, tergantung kondisi. Untuk biaya trip ini diupdate sejak Desember 2017.

Jika ingin menanyakan lebih lanjut apakah bisa request itineray, menu makanan, dokumentasi (foto maupun video drone), bisa langsung ditanyakan pada tour guide yang friendly satu ini! Langsung cek instagram doi: @akbr_gvns.
Mudah-mudahan setelah ini kita –para-penjenuh-rutinitas punya kesempatan untuk mengambil jeda ya. Semoga bermanfaat!
Tour guide kita sedang menjelaskan

Sebuah kiriman dibagikan oleh Akbar gunawan (@akbr_gvns) pada

Diberdayakan oleh Blogger.