Senin, 25 September 2017

Tidak Hanya Sebatas Halaman Rumah

“Dunia tidak hanya sebatas halaman rumah, jalanan macet, sepetak kubikel kantor yang sempit. Dunia juga kaya rasa, jauh lebih bercitarasa jika dibandingkan dengan sekotak nasi sayur bekal makan siang. Ada banyak cara untuk menjelajahinya selagi masih bisa.” – Fahmi Anhar


Dari kiri: Nadia, Aswad, Bogel, Onix, Siti, Agas

Menjadi ‘anak rumahan’ rupanya telah lama merayap diam-diam dalam diri saya. Konsisten pada sepetak meja dan layar laptop tampaknya menjadi alasan untuk enggan beranjak. Mengklaim kalau itu adalah sebuah nyaman, saya pernah merasa cukup untuk tidak kemana-mana, karena ada begitu banyak hal yang memberi batas pada langkah tanpa sengaja.

Dulu, saya bermimpi bisa memupuk kebanggaan pada suatu pencapaian. Dulu, saat saya belum mengenal ruang di luar rumah. Lantas sejak satu-dua-kali perjalanan yang mengajari saya untuk mendengar alam lebih jernih dan menjajal rasa takut pada hal-hal tak terduga, perlahan ironi monoton dalam keseharian saya berangsur hilang, walau belum tuntas sepenuhnya.
Dulu, saya mengira kalau menenggak tawa butuh waktu lama. Pernah saya mengira hal tersulit adalah keluar dari suatu zona. Nyatanya dengan mencipta memori perjalanan bisa mencakup semuanya.
-**-
Aswad yang iseng kami ajak main saat itu mengaku punya jadwal lain. Sekitar pukul 8 malam, ia malah menawarkan di chat room yang saya dan Nadia sebut MPC terselubung “Jogja atau Wonosobo? Silakan dipilih”. Antusias? Jelas! Wonosobo adalah wish list saya tahun ini, entah Aswad sedang bercanda atau tidak, spontan saya balas “Wonosobo gas”.

Kadang sebuah perjalanan tidak perlu itinerary, entah kemana tujuannya dan bagaimana bisa sampai di sana. Hanya butuh beberapa jam untuk ‘mencari massa’ walaupun dengan sedikit drama. Dengan meeting point di kontrakan Bogel, kami gegas meluncur ke Wonosobo kira-kira pukul 2 dini hari. 

Jarus. Itulah sebutan bagi pejalan yang tidak perlu pikir panjang untuk menyiapkan babebubibo perjalanan. Setelah kurang lebih 3,5 jam melewati rute Sumowono-Temanggung, kami berenam tiba di gardu pandang Dieng. Ya, setelah berbagai umpatan mahasiswa-mahasiwa semester 7 yang sudah sedikit jam terbang ini akibat suhu 15 derajat. Rupanya menggigil karena dingin tidak sebercanda kala bernyanyi Sembilan, Sepuluh, biarlah berlalu~~~ HAHA LOL.

Sejenak Aswad, Agas, Bogel, dan Siti menunaikan shalat subuh di sana. Sementara saya, Nadia, dan sekelumit ­kebodohan, tertawa menggigil sambil menyeruput secangkir popmie. Jangan heran jika saya lebih menggunakan kata ‘seruput’ di sini, karena ketika suhu tidak bisa diajak kompromi, maka semua adalah mungkin.
“Orang-orang di sini kok bisa tahan banget ya,” cetus Nadia saat kami melahap popmie.
“Kalo nggak dingin bukan Dieng namanya, mba.” Suara bapak paruh baya yang sedang menyalakan tungku terdengar samar.
“Ya kan udah biasa, Nad,” jawab saya sekenanya.

Namun, sekatrok-katroknya saya dengan suhu yang kontras dari Semarang ini, lebih katrok lagi saat saya menyaksikan fajar-dengan-warna-keemasannya yang ingin menampakkan diri. Percaya atau tidak, saya ingin menangis melihatnya. Maaf katrok, karena selama 20 tahun, saya menyadari kalau ada begitu banyak hal yang ternyata sudah saya lewatkan. Hamburan cahayanya, perpaduan gunung yang menghimpitnya, warna langitnya antara biru dan kelabu, lampu-lampu rumah penduduk yang tersebar berantakan dari kejauhan, dingin menggigil yang menusuk, adalah satu paket yang bisa saya nikmati karena baru saja keluar dari zona nyaman.


“Ayo selfie!” Ajakan mainstream untuk mengabadikan momen menjadi pelengkap di pagi itu.
“Satu, dua, ti...”


Ke hadapan kami berenam dan sekian banyaknya wisatawan di gardu pandang, terima kasih Dieng karena telah membuat saya jatuh hati dan ingin ke sana lagi.
-**-
Dengan alasan ‘tidak keburu’ melihat Golden Sunrise di Sikunir, kami baru beranjak sekitar pukul 6 pagi.
Akibat ulah Agas yang tidak terkendali seperti pertumbuhan Eceng Gondok di Rawa Pening-_- alhasil sarung tangan sebelah kanan saya sudah berpindah kepemilikan ke mas-mas-di pinggir jembatan. Jangan tanya kenapa bisa zz
Menyusuri jalan menuju Sikunir, lagi-lagi kami gagal menahan keluhan.
“Mulih, mulih!”
Saya yang tadinya kesal dengan suhu dingin tertawa mendengar Agas berdalih demikian. Entah berapa banyak gerakan tambahan yang kami ciptakan untuk berhadapan dengan lingkungan.  
“Eh aku tadi sama Akbar malah balas-balasan kentut,” gumam Nadia dengan wajah polosnya.
Sontak kami tertawa.
“Iya tau, tadi dia bilang, aku angkat dulu ya mau kentut,” tambahnya.
“Hahaha. Iya kan dingin, Nadia sampe hapal suaranya lagi,” jelas Akbar.

Untuk waktu yang sebentar, kami menepi ke pinggir jalan menyepakati sesuatu. Baru saja berhenti, Bogel a.k.a Akbar menginstruksikan untuk melihat ke belakang.
“Liat tuh bapaknya nyetir pake handuk,” ujar Bogel usil.
“Tadi aku kira handuknya buat di kepala, ternyata di tangan hahaha,” tambahnya.
“HAHAHA,” tawa kami meledak bercampur gigil.

Melihat banyaknya orang-orang yang turun, mungkin mereka menerka ‘kenapa baru jam segini naik ke Sikunir’. Seperti bisa membaca pikiran, seorang bapak menanyakan hal tersebut.
“Mau liat Sunpride, pak,” jawab Agas spontan. Si bapak berangsur pergi, tidak lagi membalas sahutannya.
Kami hanya nyengir, lantas Siti bergumam, “Ayo ah, nenek kakek aja kuat.”
Diantara kami, ia yang paling bersemangat menapaki anak tangga. Berbeda dengan saya yang kerap kali tertinggal di belakang.
“Nafasku pendek,” alibi saya saat dicemooh haha. 

Setibanya di atas, semua momen yang diabadikan menjadi kewajiban tersendiri bagi juru foto, Aswad dan Bogel. Mulai dari siluet, lansekap, selfie, sampai video-video tak berfaedah bisa diciptakan dengan baik. 






Dari ketinggian, saya bisa merasakan kedamaian yang tidak ada dalam setumpuk tugas, sederet deadline, dan sepanjang koridor kos-kampus. Tidak pernah ada. Saya bisa melihat rumah penduduk lokal, danau, gunung, terasering ada dalam satu lansekap, ditambah dengan keramahan khas alamnya.





“Lari ya ke sana, nanti aku rekam,” Bogel mengawali.
“Ih kan, nggak ada yang lari,” protes Siti karena tidak ada yang mengikutinya.
“Iya beneran divideoin ini,” Aswad mempertegas.
“Satu, dua...” pandu Bogel memberi aba-aba.

Baru sekitar 2 meter berlari, Nadia berhenti dan menoleh “Heh pembodohan kan ini, nggak direkam kan? Aku nggak mau ikutan ah udah,” gerutu Nadia karena tidak percaya.
“Zz beneran direkam loh ini Nad, ya udah kamu nggak usah ikut. Ayo ulang lagi,”
Mendengar Bogel mulai mengomel, saya jadi teringat dengan logatnya yang khas saat mengatakan “Iya di sana ada Stoberi.”
S-T-O-B-E-R-I. HAHAHA!
Sama halnya dengan Nadia yang sebelumnya bergumam, “Kayak Raksaksa itu lho.”
R-A-K-S-A-K-S-A. HAHAHA!
Belum lagi saat Aswad bertingkah konyol layaknya Koala, atau Nadia dan Bogel bersahut-sahutan menirukan suara monyet, dan Agas yang merasa mirip Kuda (aku doang yang normal haha).


Tak peduli seberapa terlihat bodohnya kami, karena yang saya tahu bahagia bukan dicari, tapi diciptakan. Nyatanya kami juga punya sekelumit problematika, tapi tetap bisa menciptakan tawa.





Selepasnya dari Sikunir dan merehatkan diri, kami gegas menuju Menjer. Butuh waktu sekitar 30 menit dari lokasi sebelumnya. Dengan alibi kelelahan, kami berlima terlelap bebas beratapkan langit, beralas rumput dan kain.
Kenapa berlima? Karena Siti udah nggak dianggap. HAHA.   





Merebahkan diri di pinggir telaga adalah hal pertama kali yang saya lakukan. Dari sekian banyak kesempatan untuk bisa tidur di atas kasur kosan yang nyaman, saya memilih untuk berada di sana. Seperti lagu favorit Bogel, saya memilih untuk keluar dari zona nyaman. Daripada pagi ke pagi, ku terjebak di dalam ambisi, mending sembilan, sepuluh, biarlah berlalu~~
Karena percayalah, dunia tidak hanya sebatas halaman rumah, jalanan macet, atau sepetak kubikel kampus yang sempit. Ada banyak cara untuk menjelajahinya selagi masih bisa.



Salam hangat,
dari yang baru pertama kali ke dataran tinggi Dieng, dan kemudian jatuh hati.
OS,


-Semarang-

Thanks to Aswad dan Bogel untuk dokumentasi yang bikin semuanya terlihat nyata. Terima kasih sudah menjadikan perjalanan ini terjadi eaaaa~~

Mengetahui Potensi Tak Terduga di Laut Indonesia Melalui Geospasial

Ada Apa dengan Laut Indonesia?
Indonesia merupakan negara maritim, dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093 km2. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, terdapat 16.056 pulau di Indonesia yang terpisahkan oleh lautan. Melalui Geospasial diketahui bahwa lautan yang membentang tersebut ternyata memiliki potensi energi yang besar. Pemetaan potensi sumberdaya laut juga perlu dilakukan sebagai awal dalam pengelolaan sumberdaya dalam tahapan eksplorasi pendahuluan. Penginderaan jauh (Inderaja) merupakan alat bantu yang merekam rona lingkungan bumi yang mampu menginterpretasi potensi eksplorasi kelautan. Dengan menggunakan data citra satelit, biaya eksplorasi akan lebih rendah, termasuk efisiensi dalam mendukung pemanfaatan energi. 
Crystal Bye, Nusa Penida Bali
Photo by: Aswad

Nusa Penida, Bali
Photo by: Aswad

Setangi Lombok
Photo by: Aswad
Saat ini data spasial menjadi media penting untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan pada cakupan wilayah continental, nasional, regional maupun lokal. Mengingat wilayah Indonesia dua per tiga bagiannya adalah laut, Informasi Geospasial diperlukan untuk perencanaan pembangunan pada wilayah pesisir, kelautan dan perikanan. Hal ini bertujuan untuk mendukung penataan ruang laut nasional.
Pulau-Pulau Indonesia
Sumber: NASA via Goodnews from Indonesia
Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU IG) merupakan undang-undang pertama yang mengatur tentang penyelenggaraan Informasi Geospasial di Indonesia. Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan kemudahan akses Informasi Geospasial yang dapat dipertangungjawabkan.
Lahirnya undang-undang ini membawa konsekuensi perubahan Bakosurtanal menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG), dengan tugas dan fungsi yang lebih besar dari pada Bakosurtanal. BIG menjadi lembaga yang tidak hanya mengkoordinasikan kegiatan survei dan pemetaan untuk menghasilkan peta, namun lebih dituntut pula kepada hasilnya sebagai sumber Informasi Geospasial yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian program pembangunan nasional dapat direncanakan dan dilaksanakan secara tepat lokasi dan tepat sasaran (Badan Informasi Geospasial, diakses 2017). 

Potensi Tak Terduga di Laut Indonesia
Dalam mendukung pembangunan wilayah kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia, BIG telah melakukan Pemetaan Karakteristik Laut. Selain itu, BIG juga menyediakan data dan informasi geospasial berupa Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) berbagai skala, Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN), Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dengan berbagai skala.
Peta Energi OTEC di Seluruh Dunia
Sumber: Lockheed Martin via Goodnews from Indonesia 
Berdasarkan pemetaan sumberdaya kelautan, diketahui bahwa Indonesia memiliki cadangan panas laut atau yang disebut dengan Ocean Thermal Energy Conversion/OTEC. Angka potensinya diklaim bisa mencapai 41 gigawatt dan total ada 17 lokasi yang dapat dimanfaatkan (Goodnews from Indonesia, 2017).
Teknologi energi alternatif OTEC merupakan energi terbarukan yang memanfaatkan panas air laut sebagai sumber energi yang mudah ditemukan pada perairan laut tropis. Panas air laut tersebut didapatkan dari sorotan sinar matahari yang memanaskan air laut. 
"Potensi OTEC di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, tersebar di pantai barat Sumatera, Selatan Jawa, Sulawesi, Maluku Utara. Bali dan Lembata NTT. PPPGL telah mengkaji dan meneliti potensi OTEC pada 17 lokasi sebesar 41 GW” -Ediar Usman, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL)
Indonesia bagian timur memiliki suhu yang lebih besar dibandingkan lautan di Indonesia bagian barat. Potensi energi panas laut di perairan Indonesia diprediksi menghasilkan daya sekitar 240.000 MW. Potensi ini menjadi sumber energi alternatif yang menjanjikan di masa mendatang. Pihak PPPGL melakukan Sea Trial  untuk menghitung potensi dari OTEC. Sea trial merupakan persiapan pelaksanaan penelitian identifikasi cekungan sedimenter untuk mendukung penyiapan wilayah kerja (WK) minyak dan gas bumi (Migas). Percobaan ini telah dilakukan di Perairan Arafura, Papua dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) di perairan Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT).

PPPGL telah merancang langkah strategis dalam riset OTEC, terutama menentukan lokasi prospek seluruh Indonesia sebagai dasar investasi OTEC. Langkah tersebut meliputi survei potensi regional dan rinci, teknis dan ekonomis, survei potensi di Bali Utara dan Lembata menggunakan Geomarin III pada tahun 2017, dan dilanjutkan pra-studi kelayakan dan studi kelayakan pada tahun 2018. Selain itu, kajian aspek teknis dan ilmiah lainnya termasuk sosial, budaya dan ekonomi, pemilihan lokasi pilot project di Indonesia serta dukungan pemerintah pada pengembangan OTEC.

Pentingnya Informasi Geospasial untuk Mengembangkan Potensi Laut Indonesia
Pemanfaatan OTEC akan berdampak positif bagi perekonomian masyarakat. Energi ini bernilai ekonomi lebih tinggi dibanding sumber energi lainnya karena menghasilkan listrik dan air murni akibat penguapan air laut. Geospasial memudahkan pihak pemerintah untuk mengetahui pemetaan sumber energi baru di Laut Indonesia. Informasi geospasial menjadi penting sebagai sarana untuk merencanakan pembangunan di segala sektor, termasuk ruang perairan. Karena pada hakikatnya Informasi Geospasial adalah informasi ruang kebumian, yang menyangkut aspek lokasi, letak suatu objek atau peristiwa (pada, di atas dan di bawah) muka bumi.


Referensi:
http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/pentingnya-informasi-geospasial-untuk-menata-laut-indonesia
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/09/26/menakjubkan-potensi-energi-panas-laut-indonesia-terbesar-di-dunia-ini-jumlahnya

Artikel ini diikutkan dalam lomba Kompetisi Blog #Geospasial untuk Kita dengan tema Gaya hidup memanfaatkan #geospasial

Minggu, 17 September 2017

Deaf Art Community: Ruang Aspirasi Bagi Dunia Tanpa Suara

Ada Apa dengan Demokrasi Saat Ini?
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidupnya masing-masing. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan (Wikipedia). Didasarkan pada konsep dari dua akar katanya sendiri – demo dan cracy, demos artinya warga atau warganegara, dan cracy (dari kata Latin kratos) adalah kekuasaan/kedaulatan untuk mengatur atau memberlakukan (aturan-aturan).
Demokrasi di Indonesia saat ini sedang beradaptasi dengan ‘ekologi’ zaman. Optimisme bahwa janji demokrasi tidak pernah lepas dari mimpinya mengejar kebebasan dan keadilan adalah bagian dari harapan orang-orang yang melakukan kerja agar demokrasi itu bekerja untuk warga. Problem sistemik pertama di jantung demokrasi adalah masyarakat tidak cukup terlibat karena selalu berada di “pinggiran”. Masyarakat enggan terlibat dalam politik atau bahkan tidak terlibat karena tidak mempunyai sumber daya yang dibutuhkan. Masalah utama dalam demokrasi tidak bisa dipecahkan tanpa keberadaan warga. Demokrasi harus merespon lingkungan sekitar yang terus-menerus berubah di satu pihak, dan terhadap kesulitan yang tampaknya tak pernah berakhir di pihak lain. Pada kenyataannya problem-problem demokrasi akan muncul terus-menerus karena berakar pada kondisi manusia.

Demokrasi Adalah Tentang Transformasi, Bukan Sekadar Transaksi
Pekerjaan yang dilakukan warga bersama warga lainnya, pada intinya adalah pekerjaan untuk menciptakan hal-hal dasar untuk menyelesaikan berbagai masalah. Dalam buku Ekologi Demokrasi diterbitkan oleh PARA Syndicate secara online, kerja bersama ‘orang-orang hebat’ dalam memecahkan masalah lokal di lingkungan dan komunitas berarti simpul energi baru demokrasi menghidupkan tindakan warga. Politik retorika ‘elite’ harus ditarik membumi menjadi politik kerja ‘warga’ dengan pelibatan kepedulian setiap orang. Benarkah?
Ketika tiba saatnya merealisasikan mimpi untuk negeri, visi-visi besar dan seluruh gagasan pembaruan yang mencakup segala hal tampaknya tidaklah sekredibel proyek-proyek kecil di mana masyarakat mengambil tanggungjawab, memutuskan apa yang harus dilakukan, dan melakukan sendiri banyak pekerjaan. Pesan sederhana namun menggugat. 

Seni jadi Media Aspirasi dan Advokasi Tuna Rungu
Naluri demokrasi ada jika kita merasa utuh hanya melalui kerja sama yang berdampak bagi sekitar kita. Kata Margaret Mead, jangan pernah meragukan bahwa sekelompok kecil warga yang berkomitmen dapat mengubah dunia. 
Kita memiliki naluri demokrasi karena kita memilikinaluri keutuhan; kita merasa utuh hanya melaluihubungan timbal balik,-Mary Parker Follet
Kelompok kaum tanpa suara membangun komitmen untuk punya naluri demokrasi melalui seni. Semua orang berhak untuk saling berinteraksi, berkomunikasi, dan mendapat informasi. Seni dapat mengangkat derajat teman-teman tuli yang selama ini sering mengalami diskriminasi dalam berbagai bidang (pendidikan, lapangan kerja, transportasi umum, dll) yang berimbas pada tertutup dan hilangnya kesempatan untuk beraktualisasi dan menunjukkan peran dalam masyarakat.
DAC menjadi wadah tuna rungu membangun semangat demokrasi
Source:di sini
Deaf Art Community (DAC), sebuah komunitas seni tuli dengan semangat inklusi. DAC dibentuk sebagai suatu wadah untuk berkumpul dan berinteraksi dengan menggunakan metode bahasa isyarat, sehingga ‘dunia tanpa suara’ kerja bersama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu hilangnya batas komunikasi. Ketika sarana komunikasi universal tidak dapat diakses secara setara oleh mereka, beragam cara dilakukan dalam DAC. Ini menjadi komunitas yang bisa menjadi tempat bagi tuli untuk saling belajar, berkreasi, berkarya dengan semangat demokrasi.
Jika sebelumnya para tuna rungu seolah terpinggirkan, maka dengan adanya seni yang menjadi media aspirasi, DAC mampu menumbuhkan kepercayaan diri bahwa kita mampu memberikan manfaat dalam menyelesaikan permasalahan.

Berprestasi di Tengah Keterbatasan: Karya Demokrasi Adalah Kerja
DAC berdiri pada tanggal 28 Desember 2004 oleh Galuh Sukmara Soejanto atas dasar prakarsa dari Komunitas Tuna Rungu Yogyakarta yang pada waktu itu tergabung dalam komunitas Matahariku Social Voluntery. Dengan sebuah rumah singgah di Jalan Langenarjan Lor no.16 A, Panembahan, Kraton, Yogyakarta, teman-teman tuli yang menjadi anggota semangat menjalani aktivitas harian seperti sekolah, kuliah, bahkan yang sudah bekerja.
DAC Berkarya
Source: di sini
Keterbatasan layanan di ruang publik menjadi dasar untuk mengadvokasi hak-hak orang tuli melalui DAC. Pada tahun 2006, DAC fokus pada beragam jenis kegiatan kesenian, yaitu teater, tari, musik, menyanyi dengan bahasa isyarat, pantomin, puisi Bahasa Isyarat, dan hip hop, serta beladiri Capoeira. Bisa berlatih tari tanpa mendengarkan musik, bisa bermain musik dengan keberadaan suara yang dirasakan, bukankah mereka telah bekerja keras untuk berkarya? 

Aku Ingin Menjadi Kupu-Kupu
Anggota DAC tuli mencapai sekitar 30 orang dan hearing people sekitar 20 orang hingga tahun 2014. Sebuah kebersamaan yang memberikan ruang terhadap kepedulian isu disabilitas dan berkomitmen untuk menghormati budaya tuli. Deaf Art Community juga memberikan informasi pendidikan, beasiswa ke luar negeri dan banyak lagi kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan mimpi dari anak-anak difabel. 
Semua orang, bahkan yang memiliki keterbatasan fisik pun memiliki kesempatan yang sama. Karena “Aku ingin menjadi kupu-kupu” yang akan terbang setelah melewati masa panjang saat menjadi ulat dan kepompong.

Tangan yang Lebih Kuat, Tangan Kita
Kita adalah orang-orang yang sudah lama menunggu. Setelah 72 tahun merdeka, kita begitu banyak menunggu untuk menumbuhkan kesadaran untuk kerja bersama membangun Indonesia.
Deaf Art Community menjadi wadah melepaskan belenggu ‘dunia tanpa suara’ dengan kebebasannya untuk membangun masa depan mereka sendiri. DAC berusaha merajut partisipasi orang tuli untuk terlibat bekerja ‘mulai dari yang kecil’ untuk belajar dalam semangat demokrasi.
Seni menjadi tempat mereka memahami permasalahan, mengasah kemampuan, menjadi kreatif, hingga fokus terhadap perannya masing-masing. Seni menjadi ruang aspirasi, mendapat keadilan dan kesetaraan, dan usaha mereka untuk terlibat membangun Indonesia.
Kelak semua kaum tuli di dunia berada di atas awan layaknya sebuah pesawat yang sedang mengudara. Semua orang akan melihat mereka bisa mendapatkan perhatian positif dari masyarakat dan mendapat perlakuan sama dengan yang lain. Karena tangan yang lebih kuat untuk melakukan perubahan, untuk mewujudkan Indonesia yang berorientasi pada masa depan positif adalah tangan kita sendiri.

Sumber:
Buku Ekologi Demokrasi
Seni Jadi Media Aspirasi dan Advokasi Orang Tuli, dalam Majalah Balairung Edisi 53 tahun 2017.
http://madaramadhanyy.blogspot.co.id
http://citralekha.com/dac/
http://youthyakarta.com/

Artikel ini dimenangkan sebagai juara 2

Kamis, 31 Agustus 2017

“Sistem Terintegrasi”, Solusi Cerdas Tingkatkan Infrastruktur Kota Palopo

Keramahan Khas Kota Tujuh Dimensi
Kota Tujuh Dimensi atau dikenal Kota Palopo memiliki luas wilayah yang hampir sama dengan negara tetangga, Malaysia dan masih merupakan pusat kegiatan ekonomi bagi daerah-daerah sekitarnya. Salah satu kota di Provinsi Sulawesi Selatan ini letaknya di ujung berbatasan dengan Kabupaten Luwu di bagian Selatan dan Utara, Kabupaten Tanah Toraja di bagian Barat dan Teluk Bone di bagian Timur. Posisi ini memberikan peluang yang cukup besar dalam pengembangan dan pembangunan wilayah Kota Palopo.  
Saya belum pernah menginjakkan kaki di sana. Katanya, ada aroma khas pegunungan, daerah yang berbukit, hawa pesisir pantai dari teluk yang terbentang, serta pola kehidupan masyarakat yang beraneka ragam. Kawasan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan rakyat, dan budidaya ikan air tawar dapat dijumpai pada masyarakat yang bermukim dipinggiran kota.  Sedangkan aktivitas masyarakat yang bergerak di jasa, perdagangan dan industri dapat dilihat di wilayah perkotaan. Membayangkannya saja, saya yakin kota ini menyimpan keindahan alam yang memesona, sekaligus menjadi ciri keramahan kota. Dengan dimensi wilayah ini, Kota Palopo memiliki 3 perspektif pembangunan wilayah yaitu wilayah pegunungan, wilayah dataran rendah dan wilayah pesisir.
Perspektif Kota Palopo

Keberhasilan Infrastruktur Palopo Saat Ini
Tidak hanya bentang alamnya saja, Kota Palopo saat ini tengah mengalami kemajuan dari berbagai program pembangunan yang dicanangkan pemerintah selama kepemimpinan HM Judas Amir-Akhmad Syarifuddin (JA) sebagai pasangan Wali Kota Palopo-Wakil Wali Kota Palopo periode 2013-2018. Sederet kemajuan itu dapat dilihat dari aspek pembangunan secara fisik wajah perkotaan, termasuk dari segi pembangunan di dunia pendidikan, ekonomi, pariwisata, olahraga, kesehatan, industri, jasa, dan lain sebagainya.  Pembangunan Gedung Kantor Wali Kota Palopo misalnya, atau icon Kota Palopo yang baru seperti Lapangan Pancasila menjadi target untuk diselesaikan tahun ini (2017). Berbagai keberhasilan pembangunan bidang infrastruktur lainnya seperti pembangunan jalan, jembatan, irigasi, drainase, dan sambungan air minum menjadi bukti nyata yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Lapangan Pancasila dalam proses pembangunan
Icon baru Kota Palopo
Source: di sini
Dari segi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Kota Palopo mengalami peningkatan yang signifikan. Terhitung mulai 2013, nilainya meningkat sekitar 430 miliar sampai tahun 2016. Angka yang fantastis bukan?

Potensi Unggulan Kota Palopo
Mengacu pada Visi Pemerintah Kota Palopo yaitu "Terwujudnya Palopo sebagai Kota Pendidikan, Jasa, Niaga dan Agro Industri yang Berwawasan Agama, Budaya, dan Lingkungan yang Terkemuka di Indonesia", ada 4 hal yang menjadi perhatian khusus di kota ini yaitu Pendidikan, Jasa, Niaga dan Agro Industri. Melihat hal tersebut tentu ada potensi yang berkaitan langsung, misalnya:
Pelabuhan Tanjung Ringgit
Ketersediaan pelabuhan laut dengan kapasitas bongkar muat 5000 ton dengan akses yang sangat mudah ke jalan lingkar bagian luar maupun kepusat kota. Tempat ini juga berfungsi sebagai sarana rekreasi.
Pelabuhan Tanjung Ringgit
Source: di sini
Produk Unggulan
Komoditas Unggulan di sektor Pertanian adalah tanaman padi, sayur dan buah-buahan dengan luas areal per sektor 3.013 Ha dengan produksi rata-rata terbesarnya adalah Kakao. Belum lagi komoditas perikanan yang didominasi Rumput laut dengan produksi ribuan ton per tahun. 
Perniagaan
Pusat Niaga Palopo (PNP) merupakan pusat perbelanjaan yang potensial bagi masyarakat Palopo saat ini, termasuk pasar tradisional Andi Tadda. Seiring dengan perkembangan Kota Palopo, pengembangan Pasar Modern, Mall dan sejenisnya sangat menjanjikan.

Era Makin Digital, Infrastruktur Kota Palopo Juga Harus Bisa Smart
Tahukah kamu, menurut riset We Are Social dan Hootsuite 2017, pengguna internet di Indonesia tumbuh 51 persen dalam kurun waktu satu tahun? Ini merupakan angka yang cukup besar untuk mendorong masyarakat di Indonesia memanfaatkan digital tidak hanya untuk sosial media dan berbelanja online saja, melainkan menjadi peluang untuk pembangunan wilayah dan kota. 
Source: di sini
Melihat keberhasilan pembangunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, untuk mewujudkan Palopo menjadi kota yang Terkemuka di Indonesia dengan memanfatkan potensi unggulan, ada solusi cerdas untuk meningkatkan infrastruktur Kota Palopo melalui inovasi digital yaitu “Sistem Terintegrasi.” 
Era Digital Dukung Infrastruktur Kota Palopo
Grafis by: Onix
Lantas apa yang dimaksud Sistem Terintegrasi?
1.     Inaportnet
Transportasi berperan penting dalam distribusi barang dan jasa. Tentu untuk strategi yang sukses  memerlukan pengelolaan transportasi yang tepat. Pemerintah Kota Palopo menetapkan kebijakan dalam hal penyaluran komoditas unggulan (Rumput Laut dan Perikanan) melalui transportasi laut yaitu prasarana pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai pintu gerbang proses bongkar muat barang. Namun hingga tahun 2015 kebijakan yang diterapkan tidak berjalan sesuai dengan harapan karena terdapat berbagai permasalahan, seperti pengiriman komoditas unggulan tidak mengalami peningkatan, kapasitas terminal peti kemas di pelabuhan tidak memadai dan transportasi darat masih menjadi pilihan utama bagi para pengusaha dalam hal lalu lintas barang.
Inaportnet memberikan banyak manfaat
Grafis by: Onix
Guna menjamin transparansi pelayanan kapal dan barang, Kementerian Perhubungan membangun sistem layanan berbasis internet bernama Inaportnet. Sistem tersebut akan mengintegrasikan sistem informasi kepelabuhan yang standar dalam melayani kapal dan barang baik untuk kegiatan kapal ekspor impor maupun domestik Hal tersebut tentu akan menjadikan transportasi laut sebagai pilihan utama bagi para pengusaha dalam pengangkutan barang karena sistem Inaportnet akan mempercepat penyelesaian pelayanan kapal serta meningkatkan daya saing nasional dan mendorong masuknya investasi sehingga akan memperlancar pelayanan sandar kapal dan bongkar muat di pelabuhan.

Dengan sistem ini, tentu akan mendukung untuk mewujudkan Palopo sebagai Kota Niaga pada tahun 2018, dimana Kota palopo menjadi sentra distribusi barang dan logistik untuk wilayah regional Sulawesi, dan aktivitas perniagaan berlangsung nyaman dan aman karena didukung oleh infrastruktur perniagaan yang tertata dan memenuhi standar.

2.     Balanced Cloud Centre (UKM)
Dari segi program peningkatan kesejahteraan, wali kota telah mencanangkan ‘Siapa Mau Bekerja Apa’ dengan pemberian modal usaha bagi yang ingin membangun usaha. Selain itu, Perusda yang telah dibentuk adalah bagian dari upaya pemberdayaan home industry. Hal ini menjadi potensi untuk membentuk Balanced Cloud Centre untuk UKM (Usaha Kecil Menengah) di Kota Palopo.
Smart Package dan RiMatrix BCC (Balanced Cloud Centre) ini merupakan solusi inovatif yang dicanangkan oleh PT. Rittal Indonesia bagi UKM yang membutuhkan data center lengkap dan terintegrasi. Desain “Data Center Terintergrasi” ini akan membantu menjawab kebutuhan pasar dan mendukung konsumen dengan perhitungan biaya yang  jelas.
Dalam rangka mewujudkan Kota Agroindustri pada tahun 2018, Balanced Cloud Centre dapat berperan penting di ranah sektor industri Palopo khususnya yang berbasis rumah tangga tumbuh dan berkembang menjadi salah satu mata pencaharian utama masyarakat, di sisi lain produk-produk industri pangan berbahan lokal menjadi salah satu produk unggulan daerah, memiliki brand kuat, sehingga menjadi icon Kota Palopo.

3.     Command Centre
Di bidang pelayanan publik, Pemerintah Kota Palopo telah meluncurkan program serba gratis. Seperti pendidikan gratis paripurna, kesehatan gratis paripurna, dan gratis raskin. Membayarkan BPJS Kesehatan, menyiapkan layanan jemput antar gratis, dan sederet program di bidang lain yang menunjang kemajuan pelayanan publik di Kota Palopo.
Melihat kondisi yang ada, untuk memudahkan masyarakat mengakses kebutuhan pelayanan publik tidak hanya di bidang kesehatan, bisa dengan mengoptimalkan inovasi infrastruktur dalam teknologi informasi dan komunikasi. Seperti halnya yang sudah diterapkan di salah satu smart city di Indonesia, data di setiap SKPD dapat diakses di satu portal Bandung Command Center. Dengan demikian, segala pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih matang, cepat, dan efektif karena adanya “Data Center Terintegrasi.”
Bandung Command Center
"Misalnya nanti kalau perlu data kesehatan, tidak perlu lagi ke dinas kesehatan. Cukup dilihat di Bandung Command Center saja. Itulah pentingnya integrasi. Agar semua terkoneksi” - Asep Cucu Cahyadi, Kepala Dinas Diskominfo Kota Bandung
Dengan membentuk portal Palopo Command Center dengan konsep yang sama, hal ini tentu akan meningkatkan kualitas infrastruktur di Palopo sekaligus menjadikannya sebagai Kota Jasa pada tahun 2018, dimana penyelenggaraan pelayanan publik berlangsung sesuai dengan Standar, Norma, dan Prosedur (SNP), dan pelayanan pada sektor swasta memenuhi standar mutu pelayanan, sehingga  memperkuat citra Kota Palopo sebagai Kota Jasa. Melibatkan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Palopo, masyarakat, dan sektor swasta bersama-sama tentu dapat mewujudkan Palopo menjadi kota yang terkemuka di Indonesia.
"Kota Palopo memang hanya sebuah kota kecil yang belum digital seperti Bandung atau smart city lainnya, namun ia merupakan bagian dari Indonesia yang dapat menunjukkan banyak perubahan. Bandung memang terkenal dengan branding smart city, namun Palopo tak mesti menjadi Bandung yang lain demi dilirik berbagai pihak. Ia cukup jadi diri sendiri, menjadi Kota Tujuh Dimensi dengan giat mengeksplor potensi yang dimiliki demi pembangunan yang berarti."



Sumber pendukung:
RPJMD Kota Palopo 2013 - 2018
http://www.palopokota.go.id
https://news.detik.com
http://energynusantaranews.com
https://infokomputer.grid.id

Artikel ini diikutkan dalam lomba  #BloggerTanaLuwu
Artikel ini dimenangkan sebagai juara 2

Diberdayakan oleh Blogger.