Tampilkan postingan dengan label essay. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label essay. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Februari 2014

Mengenal sosok Dino lebih dekat




"Sometimes not getting what you want is a wonderful stroke of luck"

S

osok Dino Patti Djalal patut diacungi jempol. Pria kelahiran Beograd, Yugoslavia, 10 September 1965 ini bukan hanya seorang penulis pidato, aktivis pemuda, akademisi, penulis buku best seller nasional, tetapi beliau juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Amerika serikatTak hanya itu, menjadi Juru Bicara Presiden terlama dalam sejarah modern Indonesia pun sudah dilakoni. Kariernya dimulai di Departemen Luar Negeri tahun 1987. Berbagai penugasan penting pernah diemban, antara lain sebagai Jubir Satgas P3TT (Pelaksana Penentuan Pendapat di Timor Timur), Kepala Departemen Politik KBRI Washington dan Direktur Amerika Utara dan Tengah Departemen Luar Negeri. Ia sempat menjabat sebagai Direktur Urusan Amerika Utara dan Amerika Tengah di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, sebelum akhirnya bersama Andi Mallarangeng kemudian ditunjuk sebagai juru bicara Presiden masa Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau pun terlibat dalam penyelesaian konflik Kamboja, konflik Moro di Filipina, sengketa Laut Cina Selatan, dan konflik Timor Timur.

Dino Patti Djalal mengecap pendidikan di SD Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah dan SMP Al Azhar. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke McLean High School di Virginia Amerika Serikat (1981), pada usia 15 tahun. Lalu memperoleh gelar Bachelor’s Degree in Political Science dari Carleton University (Ottawa, Kanada) dan gelar Master in Political Science dari Simon Fraser University (British Columbia, Kanada). Hingga kemudian meraih gelar doktor bidang hubungan internasional di London School for Economic and Political Science, Inggris pada 2000.

Tapi siapa sangka, dari sekian banyak prestasi yang pernah beliau raih, ternyata pernah menjadi tukang cuci piring saat berusia 14 tahun. Kisah tersebut termuat dalam buku “Life Stories: Resep Sukses dan Etos Hidup Diaspora Indonesia di Negeri Orang”. Bosnya (almarhum Pak Ngkon) kerap memberi tip $10 usai bekerja. Basement KBRI Washington dulu sangat diakrabi oleh Dino. Namun kini tukang cuci piring itu itu adalah orang nomor satu di kantor tersebut. Bukan hanya pernah menjadi tukang cuci piring, tetapi juga pernah menjadi pekerja di gudang KBRI dan bekerja bersama Angky Kadarisman yang bertahun. Saat itu beliau menemukan 'harta karun' berupa buku berjudul “Di Bawah Bendera Revolusi” yang merupakan kumpulan pidato dan tulisan Bung Karno. Buku itulah yang semakin membuat Dino tertarik pada ilmu politik dan diplomasi. Pengalaman kerja membuatnya lebih bertanggung jawab, menghargai aturan, disiplin, dan kalkulatif. Itulah yang membuat sosok Dino kemudian dipercaya sebagai Duta Besar. Gagasan-gagasannya turut membangun diri dan menunjukkan sosok Dino yang sebenarnya : "Define yourself; don't let others define you, and shine through your achievement.  

Semua kemampuan itu diasah dengan susah payah, bukan datang secara alami sejak awal. Dalam perjalanan kariernya, Dino merangkum hal-hal yang perlu diperhatikan, yakni tekun dan berjuang. Hal lain yang tak kalah penting adalah menjadi diri sendiri.



Sabtu, 22 Februari 2014

“What can I do for Jambi?”



Jauh sebelum pelangi menghilang, sebelum kembali pulang untuk merapikan warna-warna indahnya, bahkan sebelum mengucapkan selamat tinggal kepada alam, aku sudah terlahir dalam kondisi yang berbeda dari warga kebangsaan berkulit putih. Selama 17 tahun berkiprah di negeri yang sampai saat ini masih jauh tertinggal dari peradaban, aku bertekad untuk meletakkan mimpi-mimpi yang masih tersimpan rapi ini 3cm dihadapanku. Jauh lebih dekat dari apa yang orang lain bisa genggam dengan mudahnya.  Bahkan hingga awan-awan kecil diatas sana tersenyum bangga ketika melirik negeri ini atau mungkin tak ada lagi yang menganggap bahwa Jambi adalah kota kelingking, kecil dan hampir tidak diperhatikan.

Lalu sampai kapan negeri ini terus tenggelam dimasa modernisasi, sementara potensi-potensi anak muda masih banyak yang bisa digali? Sampai kapan kota beradat ini terus kehilangan warnanya? Terus diambil alih oleh ras kaukasoid yang jauh lebih dipercaya dibanding anak daerah?

Warisan sejarah dan budaya yang tak dikenali masyarakat cukup menjadi modal utama untuk menjadikan ranah melayu ini menjadi negeri yang berpotensi. Selain menambah pendapatan daerah, warga Jambi yang merantau dibeberapa tempat di Indonesia akan selalu merindukan kota kelahirannya yang ternyata memiliki aset. Setidaknya untuk berkunjung atau sekedar menghabiskan waktu liburan. Apalagi jika didukung dengan sarana atau prasarana yang memadai, seperti  halnya di beberapa negara kerajaan atau republik lainnya.  

Kemajuan pendidikan atau persamaan hak juga tak boleh dilewatkan. Apalagi  untuk saat ini sangat diperlukan sumber daya yang mampu menaungi beberapa profesi berpotensi besar. Bahkan bisa kubayangkan ketika nanti daerah ini sudah menjadi kota besar, disegani banyak pihak.

Tak perlu seperti di cerita dongeng majalah bobo, negeri khayalan dengan penuh imajinasi tinggi. Bahkan jika ada kesempatan untuk menghirup kembali kesejukan udara dipagi hari itu sudah lebih dari cukup. Karena ketika asap kendaraan mulai menguasai atmosfer, aku tahu, aku sulit merasakannya lagi.

What can I do for you, Jambi?
Negeri ini tak akan menjadi kebanggaan jika bukan kita sendiri yang membanggakannya. Lalu bagaimana cara membanggakannya jika tak ada yang patut untuk dibanggakan?

“Talk less do more”. Ini bisa diawali dengan hal-hal kecil. Mengikuti event-event yang mengarah pada pesan untuk calon pemimpin Jambi. Setidaknya mengemukakan suara dan pendapat untuk perubahan Jambi lebih baik.  

“Learning the past, managing the present, shaping the future”. Aku tahu tak mungkin komitmen seperti ini bisa dilakukan dengan instan atau cepat saji, semua perlu proses yang tidak cepat. Untuk bakat atau minat sendiri juga perlu diasah dan dikembangkan secara bertahap, agar matang ketika dituang lewat profesi yang nantinya menunjang kemajuan daerah. Terlebih ketika sudah lulus Sekolah Menengah Atas, dengan tekad yang besar persiapkan diri memasuki jenjang perguruan tinggi.

“Don’t wait till tomorrow, what can you do today”-John FK. Ini seperti benahi diri sebelum ayam berkokok. Tak perlu menunggu hari esok jika memang ingin melakukan gerakan perubahann dan pastinya diawali dari kehidupan diri sendiri dulu. Menjadikan impian-impian sebagai motivasi untuk terus memiliki semangat seperti perjuangan pahlawan gagah berani tempo dulu .

Aku hanya ingin melompat setinggi menara-menara yang ada, melihat bahwa Jambi pantas untuk setara dengan daerah tetangga.
Ini bukan persoalan “apa yang negeri ini bisa berikan untukku”
Tapi yang terpenting “apa yang bisa aku lakukan untuk negeri ini”

Dan aku berharap akan ada hamparan bunga-bunga kemenangan di sudut Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah nantinya. Kelak ketika generasi berikutnya bisa turut serta membangun negeri ini menjadi lebih baik. 
Diberdayakan oleh Blogger.