Kamis, 09 April 2020

Kabar-kabar yang hidup berdampingan

Dahulu kala jauh sebelum ada teknologi, sebelum bioskop belum popular di kalangan masyarakat, dan berkabar antar satu dengan yang lain masih melalui merpati, seseorang yang memiliki hak penuh atas langit dan bumi berkata, “Kamu akan bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan.” 
Setelah itu, tahun 1876 Alexander Graham Bell menemukan telepon. Manusia merayakannya.
Sekitar hampir 4 dasawarsa kemudian, pada tahun 1914-1918 perang dunia I terjadi. Lebih dari 9 juta orang gugur. Manusia berkabung. 

Ia berkata lagi, “Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa, ada waktu untuk meratap, ada waktu untuk menari.”

Sampai hari ini, setelah teknologi ditemukan; peradaban manusia berkembang; gawai menjadi kebutuhan; pun COVID-19 menyerang, kalimatNya tidak pernah kedaluwarsa. Kabar bahagia dan dukacita selalu hidup berdampingan. Bahkan saya bingung bagaimana caranya merespon kondisi sekarang, kabar baik dan buruk berseliweran dalam satu waktu.

Memang begitu banyak perubahan yang terjadi sejak Koronavirus hadir di bumi, tapi tetap saja ada banyak hal yang bisa dipelajari:
Di satu sisi, ribuan nyawa menjadi korban, tidak peduli apakah dia orang hebat atau bukan, keluarganya tetap kehilangan. Di sisi lain, semua orang berupaya hidup sehat dan bersih.
Di satu sisi dukacita menyelimuti seisi muka bumi, tapi siapa yang tidak lega ketika tahu bahwa polusi udara di 7 kota besar menurun akibat pandemi ini?
Di satu sisi banyak yang bersedih karena ibadah umrah ditunda sepanjang tahun, kebaktian hari minggu tidak lagi di gereja, shalat jumat sudah lebih dari 3 kali harus dirumahkan. Tapi akibat adanya pembatasan mobilitas di Jakarta, sampah jadi berkurang 620 ton per hari; konsumsi listrik menurun sebanyak 30%, perubahan kualitas udara berubah dari unhealthy menjadi moderate; bahkan indeks kemacetan di jam sibuk turun drastis di angka 14%. Lagi dalam fakta lain, PHK terhadap ribuan karyawan terancam dan kondisi ekonomi menjadi rentan, tapi sikap kepedulian terhadap kemanusiaan bermunculan.

Saya bingung harus bahagia atau turut berduka. Harus berkabung atau merayakannya. Saat sedang sibuk-sibuknya bekerja, mengumpulkan semua anggota keluarga untuk bertegur sapa lewat video call whatsapp adalah sebuah prestasi. Kini seminggu bisa 2 kali diskusi bersama tanpa bingung harus menentukan akan bertatap muka di layar jam berapa.

Kabar-kabar memang ditakdirkan untuk hidup berdampingan. Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa, ada waktu untuk meratap, dan ada waktu untuk menari.
Seperti juga yang terjadi di tengah situasi ini, saya sampai memutar ulang semua lagu-lagu karya Glenn Fredly karena Indonesia sedang berduka, sang legendaris telah berpulang ke pangkuan si Pencipta. Saya ingat betul, dulu saat pekerjaan tidak bisa ditoleransi, lagu yang berkali-kali menemani adalah terserah. 
“Terserah kali ini, sungguh aku takkan peduli, ku tak sanggup lagi, mulai kini semua terserah”
LIVE Streaming KompasTV, Suasana Pemakaman Glenn Fredly di TPU ...
Sumber: instagram/@kuyou.id
Saya bisa putar lagu Glenn sampai se-album saking karya-karyanya menghidupi banyak aspek. Saya tidak pernah bertemu beliau secara langsung, tidak pernah hadir dalam konsernya, juga tidak saling kenal. Tapi sedih dan patah hati tidak dapat disangkal. Ini adalah sebuah kabar duka di tengah pandemi. Saya ingin bercanda seperti biasa, tapi hati segan karena ikut kehilangan. Meski hal yang paling sulit dari mengetahui kabar duka ini adalah dengan menerimanya, tapi yang saya yakini adalah karya-karya Glenn tidak akan tergerus waktu. Usia terhenti, tapi ia abadi.

Semoga tulisan ini akan menjadi pengingat bahwa kabar-kabar yang hidup berdampingan bisa terjadi secara bersamaan dalam satu waktu. Saya tidak akan menyalahkan tahun 2020 yang seenaknya mencatat sejarah, karena seseorang yang memiliki hak penuh atas langit dan bumi ini pernah bilang, Ia akan menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka.

Untuk semua generasi yang hidup dengan lagu-lagu Glenn yang juga kehilangan, I’m so very sorry for your loss, I’m going to miss him too, he will be missed by so many.
You’re in our prayers, buddy. Rest in Love, dear Glenn Fredly. 
Selamat jalan, selamat bertemu dengan si Pemilik penuh atas langit dan bumi.



Anw, kalian udah berapa kali bolos shalat jumat? Belum murtad kan?
Sungguh dark jokes L

sumber pendukung: ruangguru//kompas//kumparan

3 komentar:

  1. Bagai kesedihan yang tersirat dari tulisan ini, benar-benar hakiki relung saya membacanya

    Untuk Glenn Fredly semoga beliau hidup tenang disana. Untuk bencana yang menimpa di tahun ini, semoga lekas membaik, untuk segala penyakit yang membebani umat seluruh manusia semoga lekas diangkat, dan untuk kita semua yang terus berusaha dalam keadaan baik-baik saja semoga selalu tabah dan ikhlas amin

    BalasHapus
  2. Pasti anak 90-an ini. Tau lagu-lagunya Glenn, wkwkwkwk

    BalasHapus
  3. Itulah dunia. Selalu ada sisi gelap dan terang, baik dan buruk, jelek dan cantik. Keduanya punya cara dan gaya sendiri untuk hadir dan tidak bisa sesuai dengan keinginan manusia.

    Masing-masing akan saling mempengaruhi. Gelap akan mempengaruhi terang dan begitu juga sebaliknya.

    Cuma, kalau pertanyaannya, harus berbahagia atau harus bersedih, manusia punya opsi. Dia bisa memilih apakah mau merasa bahagia atau harus terus mencucurkan airmata bersedih.

    Masing-masing manusia dipersilakan memilih.

    Berbahagia atau bersedih memang tidak bisa 100% diatur hati seseorang, tetapi seorang manusia bisa mengkondisikan itu dengan mengarahkan pikirannya ke hal=hal positif yang membuat hatinya bahagai atau hal buruk yang membuat hatinya sedih.

    Kita bisa memilih dan saya berusaha untuk berbahagia dibandingkan harus bersedih. Dengan berbahagia saya bisa melanjutkan hidup, tetapi dengan bersedih, kehidupan saya serasa terhenti

    Iya nggak sih?

    Salam kenal dari Blogger Bogor

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.