Sumber: http://www.pecintaalam.org/ |
Suara derit pintu di pagi hari kedengaran dari
kejauhan. Perempuan muda baru saja keluar kamar, lalu sibuk di dapur menyiapkan
sarapan untuk dua porsi. Sementara di luar sana daun kering berjatuhan, nampak
sedang berusaha mengintip ke dekat jendela kamar, lalu hilang disapu angin. Ada
lagi yang baru lepas dari ranting, belum sempat menyentuh tanah, lalu terbang
meninggi hingga benar-benar menjatuhkan diri di tepi jendela kamar dan mendapati
laptop terbuka di atas meja kerja dengan gambar kain sutra nirwana di layarnya.
Tertanggal 12 Januari, 07.27, tampaknya baru saja ada yang lembur semalaman.
Tanpa
instruksi, perempuan muda tadi bergegas menuju tempatnya bekerja, meninggalkan porsi
yang satu seperti sengaja disiapkan untuk seorang lain. Sepanjang hari ia berusaha
keras menjalani pekerjaan, lelah yang
ditanggung membawanya pulang ke rumah. Secangkir kopi dan potongan roti tadi
pagi masih di atas meja makan, hanya saja sudah dingin dan meminta si perempuan
menggantinya dengan yang baru. Lagi-lagi dua porsi! Ia duduk menghadap layar
laptop seperti malam biasanya. Bukan hari ini saja rutinitas seperti ini
terjadi, sudah hampir 3 tahun! Ada yang hilang.
Dahulu,
hiduplah sepasang Lika-Liku di rumah kecil ini. Ketika yang satu pergi ke
kantor, maka yang lain menyiapkan sarapan. Dahulu, jika tetesan air hujan jatuh
dari tingkap atap ke sisi ruang tengah, maka yang satu akan membenahinya. Dahulu,
ketika amarah membuncah, lalu menjajal pikiran, maka akan ada yang menyuruhnya
menyekakan muka, mengajaknya berdamai di sofa. Dahulu, masalah tidak hanya sekadar
selesai begitu saja, ada jalan yang berbelit, menempuh yang rumit, urusan jadi
panjang! Tapi, dahulu, justru ada mimpi-mimpi yang nyata.
Titik
takdir mengantarkan perempuan muda menjalaninya sendiri, ia tak percaya pada
manusia yang carut-marut di luar sana. Jika begitu, apakah ada yang berubah? Lika-Liku
akan tetap ada, pun jika sudah meniti roda doa. Hanya saja, seorang perempuan
muda menjadi lebih kuat ketika dunia berusaha mencekiknya, ia menjadi lebih
tabah seperti hujan di bulan Juni. Bahkan ketika hidup sewaktu-waktu
menjatuhkannya lagi, kini ia hanya butuh secangkir kopi di meja kerja, untuk melucuti
ego, membiarkan masalah meringkuk sendiri. Siapa tahu ada yang hendak
memungutnya! Siapa tahu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar