Entah apa yang saya
pikirkan waktu dulu melihat orang-orang menuliskan harapan mereka lewat
perayaan tertentu, ritual misalnya. Terakhir kali yang saya lihat lewat media,
mereka menerbangkan lampion ke mulut langit pada malam hari. Ah, mungkin waktu
itu saya masih terlalu kecil untuk tau apa itu harapan dan bagaimana saya bisa
menggapainya. Saya hanya yakin kalau itu adalah pekerjaan orang dewasa yang
sedang meniti masa depan. Klisenya, anak kecil hanya mengerti kesenangan semata.
Jadi 3 hari terakhir, saya berkesempatan pergi ke Solo,
tepatnya di daerah Tawang Mangu, Wisma El-Bethel, untuk mengikuti kegiatan
tahunan PMK FT UNDIP (organisasi kerohanian Kristen Fakultas Teknik di Undip) :
Retreat. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari 2 malam.
Hari keberangkatan yaitu
hari Jumat, sekitar pukul 16.00 waktu setempat dengan sikon hujan. 4 jam perjalanan yang agak
melelahkan akhirnya terbayar karena disambut oleh cuaca yang dingin dengan
temperatur -1°C (*oke ini lebay). Jadi setelah opening ceremony, kami dibagi
dalam beberapa paviliun + kakak fasilitator. Yak, saya mendapat teman kamar
dari teknik lingkungan : Monica dan teknik kapal : (emm... wait ! Namanya
itu... mampus deh aku lupa namanya-_- aduh plis L maaf
ya teman kamarku). Dan kak Lia -yang ternyata adalah Eda ku sendiri- sebagai
kakak fasil.
Hari kedua kegiatan kami
full dengan materi-materi yang sesungguhnya membangun iman anak muda saat ini
dan ditambah dengan pegal yang tak berkesudahan karena seharian duduk di tempat
yang sama. Great! J
Di hari terakhir, tepatnya tadi pagi sekitar pukul 00:25 kami menyalakan api unggun, bernyanyi, kemudian
menulis apa-apa saja hal di dalam diri kita yang ingin dibakar di api unggun.
Yap, dimana ada mendung, disitu ada hujan. Setelah hujan akan ada bagian dari
alam yang menyapu dingin: mentari, dan pelangi akan hadir sebagai warna
kehidupan (oke, ini ribet). Simpelnya, di acara api unggun ini, ada dua hal
yang berbeda di dalam diri kita : hal buruk yang harus “dibakar” dan
harapan sebagai mimpi yang akan “diterbangkan” bersama bintang-bintang #asik
Jadi setiap kelompok
diberi satu lampion, masing-masing kelompok terdiri dari 10-15 orang, dipilih
random alias bebas. Setelah menulis di label, harapan itu ditempel di lampion.
Ya, saya jelas hanya menulis 2 harapan secara garis besar dengan alasan
labelnya terlalu kecil hehe^.^ seperti kebanyakan orang yang selalu menggantung
mimpinya di puncak tertinggi, maka saya memilih puncak lampion sebagai tempat
yang membawa mimpi saya terbang tinggi. Uniknya, saat sudah diterbangkan,
lampion yang sepertinya membawa mimpi-mimpi yang terlalu tinggi ini kesulitan
mendapat ancang-ancang untuk terbang, dengan kesimpulan nyangkut di pohon
(*lampion PHP).
Tapi tidak semua dari
mereka menyalahkan lampion yang terlalu lemah dan kecil ini.
“Makanya punya mimpi
jangan ketinggian coba, ya kali mau mirip-miripan sama Aliando, mana bisa bro.”
(Hahaha! Ini orang menghina apa gimana ya, yang nggak tau Aliando bisa searching di google dengan keyword pemain GGS paling fenomenal #plak)
Akhirnya kami diberi
satu permintaan: lampion kedua (lampion nggak datang dua kali lho, manfaatkan
dengan baik ya) #halah.
Setelah diberi label
baru dan menuliskan harapan yang sama, kami menempelnya lagi ditempat yang sama
pula (ini kalau saya), dan taraaa! Belum juga mau dilepas, sisi kiri lampion
terbakar dan jelas menambah suasana panik kala itu. Tapi beberapa dari kami
berinisiatif menambalnya (alah macam ban aja), alhasil lampion bisa
diterbangkan tapi... cuman se-meter tok. Hahaha! Suasana kembali ricuh saat
lampion mendarat dengan tidak cantiknya, api yang digantung di dalam lampion
jatuh mengenai salah satu manusia yang punya mimpi diatas sana.
Yak kembali lagi mereka
tidak menyalahkan lampion sayang, lampion malang.
“Ini siapa sih yang
nggak ada kerjaan, pengen lulus dua tahun, ya mana bisa.” Spontan semua yang
mendengarnya tertawa. Tak ada satu pun dari mereka yang mengeluh tentang
mimpi-mimpi yang gagal lepas landas ini, saya cuman bisa senyum. (Ini apa mimpi
saya yang ketinggian apa gimana). Akhirnya, karena berbaik hati dan tidak tega
melihat kami satu-satunya (camkan ya satu-satunya!) adalah kelompok yang 2x
lampionnya gagal terbang, jadi panitia memberi lampion ketiga, berharap itu
yang terakhir.
Karena tidak ada lagi waktu menulis ulang di label baru, maka kami putuskan untuk mengambil label di lampion yang kedua tadi dan menempelnya di lampion baru. Ternyata lampion ketiga berhasil terbang layaknya lampion-lampion terdahulu
Hanya Kau yang tau
jawabannya, tapi beri aku waktu maka akan aku cari tau.
Omong-omong soal mimpi
yang saya tempel di label itu ada dua :
Author wanna be dan London,
I’ll be there(soon). Ketinggian
ya itu? Hehe J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar