Senin, 17 November 2014

Tentang Mimpi ( II )



Entah apa yang saya pikirkan waktu dulu melihat orang-orang menuliskan harapan mereka lewat perayaan tertentu, ritual misalnya. Terakhir kali yang saya lihat lewat media, mereka menerbangkan lampion ke mulut langit pada malam hari. Ah, mungkin waktu itu saya masih terlalu kecil untuk tau apa itu harapan dan bagaimana saya bisa menggapainya. Saya hanya yakin kalau itu adalah pekerjaan orang dewasa yang sedang meniti masa depan. Klisenya, anak kecil hanya mengerti kesenangan semata.

Jadi 3 hari terakhir, saya berkesempatan pergi ke Solo, tepatnya di daerah Tawang Mangu, Wisma El-Bethel, untuk mengikuti kegiatan tahunan PMK FT UNDIP (organisasi kerohanian Kristen Fakultas Teknik di Undip) : Retreat. Kegiatan ini berlangsung selama 3 hari 2 malam.

Hari keberangkatan yaitu hari Jumat, sekitar pukul 16.00 waktu setempat dengan sikon hujan. 4 jam perjalanan yang agak melelahkan akhirnya terbayar karena disambut oleh cuaca yang dingin dengan temperatur -1°C (*oke ini lebay). Jadi setelah opening ceremony, kami dibagi dalam beberapa paviliun + kakak fasilitator. Yak, saya mendapat teman kamar dari teknik lingkungan : Monica dan teknik kapal : (emm... wait ! Namanya itu... mampus deh aku lupa namanya-_- aduh plis  maaf ya teman kamarku). Dan kak Lia -yang ternyata adalah Eda ku sendiri- sebagai kakak fasil.

Hari kedua kegiatan kami full dengan materi-materi yang sesungguhnya membangun iman anak muda saat ini dan ditambah dengan pegal yang tak berkesudahan karena seharian duduk di tempat yang sama. Great! J

Di hari terakhir, tepatnya tadi pagi sekitar pukul 00:25 kami menyalakan api unggun, bernyanyi, kemudian menulis apa-apa saja hal di dalam diri kita yang ingin dibakar di api unggun. Yap, dimana ada mendung, disitu ada hujan. Setelah hujan akan ada bagian dari alam yang menyapu dingin: mentari, dan pelangi akan hadir sebagai warna kehidupan (oke, ini ribet). Simpelnya, di acara api unggun ini, ada dua hal yang berbeda di dalam diri kita : hal buruk yang harus “dibakar” dan harapan sebagai mimpi yang akan “diterbangkan” bersama bintang-bintang #asik

Jadi setiap kelompok diberi satu lampion, masing-masing kelompok terdiri dari 10-15 orang, dipilih random alias bebas. Setelah menulis di label, harapan itu ditempel di lampion. Ya, saya jelas hanya menulis 2 harapan secara garis besar dengan alasan labelnya terlalu kecil hehe^.^ seperti kebanyakan orang yang selalu menggantung mimpinya di puncak tertinggi, maka saya memilih puncak lampion sebagai tempat yang membawa mimpi saya terbang tinggi. Uniknya, saat sudah diterbangkan, lampion yang sepertinya membawa mimpi-mimpi yang terlalu tinggi ini kesulitan mendapat ancang-ancang untuk terbang, dengan kesimpulan nyangkut di pohon (*lampion PHP).

Tapi tidak semua dari mereka menyalahkan lampion yang terlalu lemah dan kecil ini.
“Makanya punya mimpi jangan ketinggian coba, ya kali mau mirip-miripan sama Aliando, mana bisa bro.” (Hahaha! Ini orang menghina apa gimana ya, yang nggak tau Aliando bisa searching di google dengan keyword pemain GGS paling fenomenal #plak)

Akhirnya kami diberi satu permintaan: lampion kedua (lampion nggak datang dua kali lho, manfaatkan dengan baik ya) #halah.

Setelah diberi label baru dan menuliskan harapan yang sama, kami menempelnya lagi ditempat yang sama pula (ini kalau saya), dan taraaa! Belum juga mau dilepas, sisi kiri lampion terbakar dan jelas menambah suasana panik kala itu. Tapi beberapa dari kami berinisiatif menambalnya (alah macam ban aja), alhasil lampion bisa diterbangkan tapi... cuman se-meter tok. Hahaha! Suasana kembali ricuh saat lampion mendarat dengan tidak cantiknya, api yang digantung di dalam lampion jatuh mengenai salah satu manusia yang punya mimpi diatas sana.

Yak kembali lagi mereka tidak menyalahkan lampion sayang, lampion malang.
“Ini siapa sih yang nggak ada kerjaan, pengen lulus dua tahun, ya mana bisa.” Spontan semua yang mendengarnya tertawa. Tak ada satu pun dari mereka yang mengeluh tentang mimpi-mimpi yang gagal lepas landas ini, saya cuman bisa senyum. (Ini apa mimpi saya yang ketinggian apa gimana). Akhirnya, karena berbaik hati dan tidak tega melihat kami satu-satunya (camkan ya satu-satunya!) adalah kelompok yang 2x lampionnya gagal terbang, jadi panitia memberi lampion ketiga, berharap itu yang terakhir.

Karena tidak ada lagi waktu menulis ulang di label baru, maka kami putuskan untuk mengambil label di lampion yang kedua tadi dan menempelnya di lampion baru. Ternyata lampion ketiga berhasil terbang layaknya lampion-lampion terdahulu milik orang lain . Tapi tampaknya tidak berjalan sesuai yang diharapkan karena sepertinya lampion terakhir nyangkut di gedung depan!-_- Oh God! Kenapa saat semua mimpi-mimpi yang lain bisa mengejar bintang-bintang, sementara kami tidak? Kenapa saat mimpi mereka (kelihatannya) tidak ada hambatan untuk terbang tinggi,  kami malah merasakan sebaliknya? Mungkinkah harus ada perjuangan agar mimpi kami bisa bersanding diantara cahaya di langit malam?

Hanya Kau yang tau jawabannya, tapi beri aku waktu maka akan aku cari tau.

Omong-omong soal mimpi yang saya tempel di label itu ada dua  :
Author wanna be dan London, I’ll be there(soon). Ketinggian ya itu? Hehe J








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.