Sabtu, 15 April 2017

Perbedaan Kota Tua Jakarta dan Kota Lama Semarang Terletak di

 “Kota tanpa bangunan tua sama saja seperti manusia tanpa ingatan”-Prof.Ir.Eko Budiharjo, Msc
Indonesia merupakan negara yang pernah dijajah oleh bangsa asing, ada banyak kepingan-kepingan peninggalan sejarah yang tersisa. Asal bukan kepingan dari kenangan masa lalu aja ya~ haha! Sejarah tersebut mencolok pada bangunan-bangunan yang saat ini menjadi destinasi wisata sejarah bagi masyarakat setempat, salah satunya di Kota Tua Jakarta dan Kota Lama Semarang.


Sebagai mahasiswi perantauan yang hampir 3 tahun mendiami Kota Semarang, terkadang saya masih salah menebak lokasi saat ada salah seorang teman yang mengunggah foto di Instagram. Pertanyaannya hanya satu: ini Kota Tua atau Kota Lama?
Pernah mengalami hal seperti ini? Dejavu? Bukan! Kamu hanya belum benar-benar tahu perbedaan kedua kawasan bersejarah itu.
Lalu apa bedanya?
Perbedaan Kota Tua Jakarta dan Kota Lama Semarang terletak pada pesonanya! Kenapa? Yuk simak 6 alasan ini, dan kamu akan tahu mana yang paling memikat untuk dikunjungi. 

1.     Stasiun Kota vs Stasiun Tawang
Kota Tua Jakarta terletak di Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat. Kawasan Kota Tua berada di dua wilayah, yaitu Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Kota Tua sebagai cikal bakal Jakarta tentunya menyimpan banyak cerita dibalik megahnya bangunan tua cagar budaya peninggalan masa lalu dari zaman kolonial Belanda.
Stasiun Kota yang masih digunakan ini menjadi salah satu spot menarik, kamu akan merasakan antiknya bangunan stasiun saat menginjakan kaki di sana. Selesai dibangun pada tahun 1929 dan diresmikan langsung oleh gubernur jenderal pada masa itu, A.C.D de Graeff, stasiun kereta api ini merupakan stasiun terbesar di Indonesia. Bangunan dengan ketinggian empat meter ini telah dijadikan cagar budaya. 

Stasiun Kota Jakarta
Image source: lifestyle.dreamers.id
Jika di kawasan Kota Tua Jakarta ada Stasiun Kota yang berusia cukup tua, maka di Kawasan Kota Lama Semarang ada sebuah stasiun yang usianya juga cukup tua: Stasiun Tawang. Stasiun ini merupakan stasiun induk di Semarang dan sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Kok bisa sama ya?
Pembangunan stasiun dengan gaya bangunan vintage  ini dilakukan oleh Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschsrij pada periode 16 Juni 1864 hingga 10 Februari 1870 (selama 6 tahun). Stasiun ini pertama kali diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron Sloet Van de Beele. Sejak pertama kali berdiri hingga sekarang, tidak banyak perubahan yang terjadi dengan stasiun ini, dan menjadikannya salah satu stasiun tua terbesar di Indonesia selain Stasiun Kota di Jakarta.
Stasiun Tawang Semarang
Image source: Nisa Rachmawati
Jangan sampai bingung membedakan kedua stasiun ini, ya! Hehe

2.     Gereja Blenduk vs Museum Fatahillah
Kota Lama, salah satu kota tertua yang terletak di utara Kota Semarang, Jawa Tengah merupakan visualisasi kota yang menyajikan kemegahan arsitektur Eropa di masa lampau. Kehadiran kanal-kanal air serta deretan bangunan tua dengan arsitektur bergaya art deco menjadikan kota ini disebut sebagai miniatur negara Belanda (little Nedherland) nan eksotis.
Bangunan bersejarah yang paling ikonik di kawasan Kota Lama yaitu Gereja Blenduk. Gereja yang menjadi landmark ini dibangun pada tahun 1753 dengan bentuk segi delapan atau oktagonal dan memiliki atap berbentuk kubah besar berwarna merah bata berlapis perunggu serta memiliki nama asli Nederlandsch Indische Kerk. Masyarakat setempat menjulukinya “Blenduk” karena bentuk atap kubahnya. Menjadi gereja Kristen tertua di Jawa Tengah, Gereja Blenduk kini resmi menjadi GPIB Immanuel dan masih digunakan untuk tempat beribadah. 
Gereja Blenduk
Image source: Dok pribadi
Sama halnya dengan Gereja Blenduk, Kota Tua Jakarta memiliki bangunan bersejarah yang popular, yaitu Museum Sejarah Jakarta. Gedung museum merupakan Balai Kota Batavia VOC yang dibangun pada tahun 1707-1710. Bangunan yang menyerupai Istana Dam di Amsterdam ini terbagi menjadi dua bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Di dalam museum, kamu akan melihat hasil penggalian arkeolog di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19. Selain sebagai museum yang menyimpan sejarah kota Jakarta, museum ini dikenal sebagai Museum Fatahilah.
 
Museum Fatahillah
Image source: Indonesiakaya.com
Lebih ikonik yang mana? Gereja Blenduk atau Museum Fatahillah? :D

3.     Museum Wayang vs Gedung Marba
Museum Wayang yang berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27 ini diapit oleh dua bangunan, kamu akan mudah menemukan gedung Museum Wayang karena gaya bangunannya yang unik. Awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Lama Belanda) yang dibangun pada tahun 1640. Seperti namanya, Museum Wayang memamerkan berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, baik yang terbuat dari kayu dan kulit maupun bahan-bahan lain. Tidak hanya wayang dari Indonesia, Museum Wayang juga mengoleksi wayang dari Tiongkok, Kamboja, Suriname, Thailand dan negara lainnya. Jika kamu ingin menonton pementasan wayang, Museum Wayang menggelar pagelaran wayang pada minggu 2 dan ke 3 setiap bulannya.
Image source: alatpenterjemahjakarta.wordpress.com
Mengisi salah satu sudut Kota Lama, gedung dua lantai ini diprakarsai oleh Marta Badjunet, seorang saudagar kaya pada zaman kolonial. Untuk mengenang jasanya, bangunan ini diberi nama Marba, pernah dipakai untuk kantor usaha pelayaran Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), kemudian diubah menjadi toko modern dan kini digunakan untuk gudang.
Dilihat dari ornamen dekorasinya, bangunan ini mulai meninggalkan gaya neoklasik dan mengadopsi arsitektur tropis Hindia Belanda. Material bata, kayu, dan sedikit besi tuang menjadi ciri khas bangunan ini. Setiap elemen seperti kolom dan jendela memiliki bentuk yang simetri dan ditata rapi.
 
Gedung Marba
Image Source : Taufik Akbar Arinalun
Gedung Marba atau Museum Wayang? Sama-sama punya sejarah penting, nih! 

4.     Gedung Tua Berakar vs Rumah Akar
Bangunan tua memang tidak terlepas dari nuansa lapuk, berlumut, berakar dan bergaya vintage. Gedung-gedung tua berakar di kawasan Kota Lama menjadi spot foto terbaik yang instagramable, bahkan digunakan sebagai tempat prewedding. Bangunan ini di beberapa sisi tembok dihiasi akar-akar pohon dan lapisan temboknya yang terkelupas. Dibiarkan begitu saja tanpa adanya renovasi, bangungan-bangunan tua ini berada di sekitar Taman Garuda, sekitar 60 meter dari Gereja Blenduk, atau pada area perempatan jalan antara Jalan Garuda, Jalan Glatik, dan Jalan Jenderal Soeprapto.

Salah Satu Gedung Tua
Image Source : Taufik Akbar Arinalun
Salah Dua Gedung Tua
Salah Satu Gedung Berakar
In frame: Azwar Aswad

Image Source : Taufik Akbar Arinalun
Taman Garuda (Di dekat Blenduk)
Salah satu spot terbaik untuk foto
Image source: Dok. Pribadi

Kota Tua juga tidak luput dari bangungan tua yang foto genik, yaitu Rumah Akar. Rumah tua yang berada di Jalan Kali Besar Timur, tepatnya di belakang Museum Wayang ini memiliki penampakan yang cukup unik. Pasalnya, terdapat banyak akar yang menghiasi tiap sudut rumah tanpa atap ini, sehingga banyak sekali pohon dan rumput yang tumbuh liar di area dalam dan luarnya.
Bedanya, jika di Kota Lama kamu hanya dapat berfoto di bangunan luar saja, maka ketika memasuki area Rumah Akar, kamu akan merasakan keindahan sekaligus sensasi angker yang mencekam. Apabila ingin berfoto, pilihlah waktu yang tepat: mulai dari pagi hingga sore hari karena masih ada cahaya yang masuk ke dalamnya.
Rumah Akar
Image source: www.flickr.com
Entah itu di Gedung Tua Berakar atau Rumah Akar, selamat berfoto ria ya! 

5.     Taman Srigunting vs Pelataran Museum Fatahillah
Kawasan Kota Lama Semarang adalah sebuah kawasan yang dipenuhi oleh beberapa bangunan yang dulu pernah menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat Jawa Tengah pada jaman penjajahan Belanda.
Tapi tahukah kamu, ternyata di kawasan Kota Lama Semarang masih ramai dikunjungi. Memang tidak lagi menjadi pusat kegiatan ekonomi, namun di kawasan ini terdapat Taman Srigunting yang didukung oleh kegiatan ekonomi di sekitarnya. Taman ini juga nyaman untuk santai sambil menikmati jajanan pasar serta berfoto dengan latar Gereja Blenduk karena letaknya yang berdekatan. Selain itu, di sekitar Taman Srigunting terdapat Pasar Klitikan yang sering digunakan sebagai tempat berkumpulnya berbagai komunitas di Semarang. Menjadi tempat berfoto dengan barang-barang antik mulai otomotif, senjata perang, mesin tik, hingga hiasan dinding kuno. Beberapa becak yang sedang parkir di sekitar kawasan ini juga membuat pemandangan menjadi semakin menarik untuk dijadikan objek foto.
Taman Srigunting
Image source: Dok. Pribadi


Pasar Klitikan di Dekat Taman Srigunting
Image source: Dok. Pribadi
Taman Srigunting Malam Hari
Image source: Dok. Pribadi
Jika di Kota Lama terdapat Taman Srigunting dan Pasar Klitikan, maka di Kota Tua ada banyak hal yang bisa dilakukan di Pelataran Museum Fatahillah! Apa aja ya?
Walaupun tidak seperti di Kota Lama, namun pesona di pelataran museum ini juga tak kalah memorable, lho! Kamu bisa melihat aksi seniman jalanan yang seru. Mereka punya banyak hiburan bagi pengunjung, mulai dari tukang ramal, perajin gelang, pelukis siluet, sampai seniman tato, semua ada.
Tidak hanya itu, di Kota Tua terdapat penyewaan onthel untuk keliling Taman Fatahillah. Dalam setengah jam, penyewaan sepeda dibanderol Rp 15.ooo, jika ingin rute yang lebih jauh kamu bisa naik onthel ke Toko Merah, Jembatan Intan, dan Museum Bahari dengan tarif sewa yang lebih mahal yaitu Rp 50.000 per sepeda. Enggak tau deh kalau harganya udah berubah :D
Menawarkan nuansa tempo dulu, dengan arsitektur Eropa lama, ada banyak sudut di Kota Tua yang instagramable dan cocok menjadi latar foto. Atmosfer untuk mengabadikan momen bisa saja berfoto dengan beberapa mobil antik yang parkir di Kota Tua atau manusia patung dengan berbagai dandanannya yang unik.
Pelataran Museum Fatahillah
Image Source: provokestriponline.com
Antik mana? Tinggal pilih! Taman Srigunting atau Pelataran Museum Fatahillah

6.     Spiegel vs Ragusa
Spiegel adalah salah satu cafe yang menempati bangunan cagar budaya di Kota Lama Semarang di Jalan Letjend Suprapto No.34. Gedung berusia lebih dari 120 tahun yang berada di samping Gereja Blenduk Kota Lama Semarang ini masih tampak megah. Tahun 1895, bangunan yang disebut Winkel Maatschappij “H-Spiegel” kemudian menjadi sebuah perusahaan terbatas tahun 1908 dan diurus oleh H.Spiegel selaku manajer perusahaan.
Dulunya bangunan ini hanya sekadar gedung antik yang terkadang menjadi tempat event, namun saat ini telah berfungsi menjadi sebuah bar & bistro ala Eropa sejak 8 Juni 2015. Dengan memugar dan merestorasi, bangunan ini memiliki ruang utama berukuran besar yang tidak disekat sama sekali. Di tengah-tengah ruang ditempatkan bar desain ala Eropa dengan beberapa barteder untuk meramu minuman khas barnya.

Spiegel
Image Source : Taufik Akbar Arinalun
Desain ala Eropa? Makanan tempo doeloe? Kota Tua juga punya!
Tempat es krim Ragusa terletak di jalan Veteran, dekat Masjid Istiqlal. Ragusa adalah es krim tradisional Italia yang sudah berdiri sejak tahun 1932 dan bangunannya tidak mengalami perubahan sejak dulu. Rasa es krimnya memang tidak selembut es krim Italia seperti gelato, pilihan rasanya juga tidak banyak, namun nuansa Eropa dan harganya yang terjangkau membuat siapa saja ingin kembali lagi ke tempat ini.
 
Ragusa Es Italia
Image source: travel.detik.com
Mau coba yang mana? Spiegel atau Ragusa? :D

Jadi mana pesona bersejarah yang lebih memikat bagimu? Kota Tua Jakarta atau Kota Lama Semarang?
Itu tergantung dari tempat mana yang lebih kamu pahami, karena kata Clint Borgen: “When overseas, you learn more about your own country than you do the place you’re visiting.”
Entah itu Kota Tua Jakarta atau Kota Lama Semarang, yang jelas keduanya punya sejarah dan pesonanya masing-masing. Kita punya tugas untuk tidak merusaknya, apalagi membuat keberadaannya semakin hilang tergerus zaman, karena kota tanpa bangunan tua sama saja seperti manusia tanpa ingatan. Benar, saudara-saudara? :p
Bagi saya, pesona Kota Lama Semarang belum bisa digantikan atau disamakan dengan kawasan bersejarah manapun, karena saya lebih lama mengenalnya hehe. HBU?

Special thanks to Bogel a.k.a Taufik Akbar Arinalun as my colleague in campus! 

Referensi foto [Khusus Kota Lama Semarang]:
Dokumentasi Pribadi
Referensi Data:
https://www.initempatwisata.com
http://www.gulalives.co
http://forum.republika.co.id
https://travel.detik.com
http://catcilku.com
https://www.wego.co.id

7 komentar:

  1. Pengaruh Belanda dalam pembangunan kedua kota ini terasa banget ya dari arsitektur bangunan di area itu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaps, dan justru bikin kota-kota itu jadi antik ya:)

      Hapus
  2. Hai salam kenal, membaca postingan ini saya jadi kangen sekali dengan Semarang. 6 tahun saya menuntut ilmu di sana.
    Kalau mau makan es krim, Toko Oen di jalan Pemuda bisa dijadilan pilihan. Di buka sejak zaman penjajahan, Interiornya juga dipenuhi barang antik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo juga, mba:)
      Wah udah alumni dong ya, saya masih mahasiswa ehe
      Dari awal semester pengin ke sana tapi belum kesampaian, dan pasti akan ke sana:"

      Hapus
  3. ternyata lokasi bersejarah di 2 daerah ini memiliki karekter yang mirip ia ...
    thanks Review nya

    BalasHapus
  4. Gaya arsitekturnya mengingatkan saya pada nuansa kolinial hindia belanda,saya jadi teringat kota pisa Italia yang masih kental kota tempo dulu.

    BalasHapus
  5. Dua kota ini juga memiliki warisan dari pemerintahan Hindia Belanda ; BANJIR KANAL. Lebih dari seabad lalu mereka sdh mengantisipasi akan kemungkinan terjadinya bencana banjir, maka dibangunlah Banjir kanal.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.