Senin, 13 Maret 2017

Berhenti Sebentar


“Karena gagal adalah bukti bahwa kau pernah belajar”-Rizky Amallia

Dulu, saya adalah perempuan yang berani berekspektasi.
Percaya atas apa yang pernah dikatakan Langit Amaravati kalau tak ada orang yang sangat pintar hingga nyaris mengetahui segalanya, dan tak ada pula orang yang sedemikian bodoh hingga tak mengetahui apa-apa. Yang ada hanyalah orang yang tak pernah berhenti belajar dan para pemalas yang merasa dirinya sudah cukup cerdas.

Dulu, saya adalah perempuan yang berani berekspektasi.
Ketika perihal kekalahan memenangkan stigma kalau sebuah gagal adalah bukti bahwa kita pernah belajar. Saya yakin kalau gagal yang berikutnya kelak akan mendewasakan.

Dulu, saya adalah perempuan yang berani berekspektasi.
Tapi itu dulu. Saat gagal belum benar-benar mengubah cara pandang, saat gagal masih bisa ditolerir.
Dulu, saya adalah perempuan yang berani berekspektasi.
Tapi itu dulu. Saat kemungkinan masih layak untuk diterka, saat berekspektasi belum menjadi sebuah kelelahan panjang.

Ika Natassa pernah bilang dalam bukunya di Critical Eleven, Expectation is the root of all disappointments. Kadang hidup lebih menyenangkan saat kita tidak punya ekspektasi apa-apa. Whatever happens is neither good or bad, it just happens. Kadang hidup lebih menyenangkan jika tidak harus menargetkan plan A atau B. Kadang semua harus berhenti sebentar, agar ‘menyalahkan’ tidak terus mengelana liar.
Lagipula ibu tidak pernah menuntut saya ini itu, lakukanlah yang kau bisa. Menakar air laut dengan lekuk tangan? Lelah kau dibuatnya. Mengukur langit dengan jengkal? Apalagi. Tujuanmu sekarang bukan lagi dadu yang dilempar berulang, lakukan yang pasti tanpa harus menghentikan mimpi.  Itu yang Ibu bilang.

Jangan-jangan Tuhan menyisipkan harapan bukan pada nasib dan masa depan, melainkan pada momen-momen kini dalam hidup—yang sebentar, tapi menggugah, dan mungkin indah. ― Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 7



Semarang, 02.13 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.