Senin, 03 Oktober 2016

Abadi yang Sederhana

“Jika yang fana adalah waktu, lantas yang abadi ?”

Jika padamu ditanyakan, manakah paling menawan ? Mungkin Lili, Mawar, atau Tulip yang bisa diterima, memikat setiap mata untuk jatuh hati padanya.
Tapi, masih si abadi Edelweiss yang sampai detik ini bisa menenangkan rindu. Meninggalkan sendu.
Abadi yang sederhana.
Hanya dengan melihatnya, memiuh lirikal puisi secara timpa-menimpa tak lagi perlu. Edelweiss sudah mewakili sajak yang panjang tanpa benar-benar harus ditulis. Mungkin sudah serupa antologi.

Abadi yang sederhana.
Berani merekah kala angin dingin menggigil tiap malam, pun panas matahari meraja. Setia untuk ada di atas sana. Ia menenun sabar tiap akan mekar, tidak pernah mencela padaNya: “Mengapakah Engkau membentuk aku demikian?”

Abadi yang sederhana.
Tidak pernah ingin melupa, karena senantiasa bergegas menyambut raga yang mau berusaha melihatnya. Ialah yang ternyata menggenggam lengan untuk bersama-sama memuncaki kediamannya.

-Karena menjadi istimewa tak perlu menjadi sama. Edelweiss akan cantik dengan caranya sendiri-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.