Sabtu, 30 Agustus 2014

Untaian Rindu dari Tanah Biru





Dari Eropa, mata birunya terpatri
Telapak tangan memikul dagu serentak menengadah
Gadis mongoloid itu sesekali menyeruput teh hijau,
Menenun awan di cakrawala, ia melirik.

Ikan serapu, mutiara hijau, kerang putih.
Dasar laut yang biru terpampang jelas
Memancar rindu yang amat sangat.
Raja Ampat, konon kabarnya.

Bersama kepak Cendrawasih, sanubari bersenandung.
Masih saja, bayangan cepat berkelebat.
Tak setetes rasa iripun mampu membuatnya karam,
terlebih terhadap kebudayaan orang
Karena Eropa tak punya Ngaben,
Keramahan Khas Bali yang berdenting pelan.

Sejenak gadis lugu berlaga,
riuh suara hati berlarian begitu saja
Sebentar-sebentar berganti ingatan.

Dari tanah kelahiran Sisingamangaraja, kemudian bernostalgia.
Tor-tor menghentakkan setiap kaki mungilnya di Toba
Waktu itu, Inang-inang tua tegak berdiri
Menari tiada taranya.  
“Ulos ini untukmu.”
Begitu katanya.

Tak lama itu, ia ingat lagi
Saat nelayan bersampan tersenyum
Wajah berseri berpendar kuat.
Melangkah sedikit saja ke ujung sumatera
Ada Rimba disana, suku kubu lebih akrabnya.
Pikirannya meraba, dibuai aroma Kajoe Aro yang membumbung di angkasa.
Mungkin sengaja ia mengintip buku dunia
Sambil mengira apa saja yang tertera disana,
Tatkala Unesco menorehkan daftar warisan
Batik. Itulah dia sapaan budaya lisan nonbedawi.

Oh sungguh, ia rindu mendekap Indonesia.
Ingatannya menari melagukan Rasa Sayange,
Tanpa kata diantara peluh penat.
Pernah sekali, waktu petang seorang mengingatkan,
Beta sekolah tinggi-tinggi, mau tunjukkan ke seluruh negri, ada Indonesia yang luasnya tak terkira persis budayanya.”

Gadis ini tak heran,
Bilamana ia singgah di Borneo, ada bahasa Nusantara yang menghantarkannya
Mengikat erat Dayak dan Batak tanpa sengaja.

Seperti sajak rayuan pulau kelapa,
Dari Weh di barat sana, singgah di Pulau bernama Sulawesi,
Hanyut dalam pesona Tari Pakarena,
Sampai pada akhirnya...
Kaki menyentuh ujung dunia, melebihi Atlantis pesonanya,
yang kini disapa Papua.
Semua disatukan hangat, dipeluk ibu pertiwi.

Tersadar akan pesona si cantik Puspa Bangsa,
Sang gadis terbuyar dari lamunan sederhana.
Dari sudut kota metropolis Ratu Elizabeth,
ia menyampaikan alunan rindu
Akan kearifan budaya juga keindahan warna
yang tentu menentramkan kalbu,
Menghanyutkan jiwa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.