“Alone like a bluebell, waiting for the bluebird to
come, and against me with the warmth of its love,
forever more” –Rizky Amallia
Setangkai
bluebells yang menunduk malu ternyata menjadi latar jendela berembun dikamarku.
Padahal musim untuk para bunga lonceng ini bermekaran sudah tiba, tapi yang aku
lihat ia hanya sendirian, menikmati suasana kota yang ramai dipenuhi oleh
sekawanan manusia yang sedang mengadakan festival tahunan. Entahlah, tidak bisa
dipastikan apakah ia benar-benar menikmatinya atau sedang menunggu kedatangan
bluebells-bluebells yang lain.
Sementara
itu disurat kabar diberitakan tentang seorang pendaki gunung yang konon
tersesat setelah melihat manusia kerdil di ujung lembah atau seorang manusia
yang masih bertahan hidup dengan penyakit lamanya-kanker paru-paru-. Tak ada
yang menarik. Bahkan dimusim ini begitu banyaknya objek yang bisa dilihat, tapi
bagi pria berkumis tipis ini, berdiam diri di dalam kamar adalah pilihan
terbaik.
Sambil
menatap nanar keluar jendela, ia menyeruput segelas kopi pahit ditemani
sejuknya embun pagi. Berulang-ulang bayangan seorang gadis melintas
dipikirannya. Sesekali lelaki
yang biasa disapa Mr.Potato ini melirik
bingkai foto berhias kerang putih yang terpampang di atas meja. Dirinya dan
malaikat yang manis. Ada pesona senja yang cantik disana, dengan
rangkaian bunga tulip berbentuk angka 18.
“Oh,
jadi laki-laki yang sudah tiga tahun terakhir hilang, ternyata berlibur ke city
of Windmill ?”. Ternyata ada seorang wanita yang sedari tadi memperhatikan apa
yang sedang dilakukannya. Tapi jujur saja, ia sudah tahu kedatangannya
kemari.
“Kapan
kau tiba disini? Tadi malam? Tapi aku tidak lihat seorang pun di apartmentmu.”
Lagi-lagi
ia mengusik kediamanku!
Pertanyaan
basa-basinya tak digubris sama sekali. Tatapan pria itu kosong, sementara
teriknya siang hari mulai memasuki ruangan melalui celah ventilasi. Ternyata
wanita itu masih saja tak berubah, selalu mengintrogasi hal-hal tak penting.
“Wow,
apa aku ketinggalan sesuatu? Sejak kapan kau punya ini?” katanya sambil
menunjuk pohon sakura kecil di sudut kamar.
“Hmm...kau
baru saja dari Jepang? Mengapa tak pernah mengabariku?” Mr.Potato membiarkan
wanita itu berceloteh panjang lebar, seolah-olah tidak ada lawan bicara.
Kemudian ia mengambil sepucuk kertas dari pohon sakura kecil itu. Tingkahnya
benar-benar merusak suasana.
“Teruntuk
bluebells,
Aku
tidak tahu apa yang sedang kau tunggu, mungkin seorang teman yang ingin memetik
kemudian merawatmu dengan penuh cinta. Aku hanya berharap kesendirian yang kau
rasakan berakhir secepatnya.
Seperti
aku yang dulu pernah merasakan kesepian tak berujung, hidup seperti nyawa yang
segan untuk mati. Tapi kemudian seseorang yang penuh arti hadir secara
cuma-cuma dalam hidupku, lalu seperti daun Ek yang menyisir ke lautan, ia
hilang dan tak pernah kembali.”
“Tidak
untuk yang itu! Jangan sentuh apapun yang ada dikamarku!” Spontan lelaki
berusia 20 tahunan itu berteriak karena sempat membaca harapan yang selalu
disimpan rapi disetiap ujung pohon sakura.
Pria
itu menatapnya tajam, seperti menyimpan masa lalu.
“Jadi
siapa dia?” Wanita itu balas dengan tatapan yang sama sinisnya.
“Kau
tidak perlu tahu soal itu, Anne!” Kemudian ia berlalu, kembali menatap ke arah
luar jendela.
“Kemarin
kasus pembunuhan George telah terungkap, dan pelakunya adalah Stefanus,
bukankah itu rekan lamamu? Berhati-hatilah karena kabarnya kau adalah target
berikutnya.” Anne berusaha mengalihkan.
“Bukankah
itu berita baik? Aku juga sudah muak hidup setengah mati dengan kanker ini, tak
ada yang bisa aku lakukan selain menunggu.” Tangan kirinya diselipkan ke dalam
saku, berusaha bersikap tenang.
“Tapi...aku
tidak mau itu terjadi.” Wanita itu menambahkan.
“Maksudmu?”
“Aku
ingin menjadi bluebells yang lain.” katanya lagi.
Pria
berbaju hijau pupus itu diam, berusaha mencerna kalimat yang ia ucapkan.
“Mungkin
ini mengejutkan, tapi jujur, selama kau pergi, aku merasakan kehilangan yang
sangat mendalam. Aku berharap kau mengerti.”
Apa
yang diingankannya?!
“Aku
hanya tidak mau terlambat lagi.” Kalimat yang dilontarkan Anne semakin tidak
masuk akal, pria itu masih saja tidak paham. Entahlah, hal yang tidak jelas
berkecambuk dalam hatinya.
Keduanya
diam, tak seorang pun berani memulai pembicaraan. Keheningan memenuhi ke
seluruh penjuru ruangan yang dibalut karpet merah dan gorden yang senada.
Tak
lama itu Anne menyodorkan kotak yang dibungkus dengan kain berwarna merah
marun, persis dengan warna kesukaan lelaki itu. Tapi tetap saja, Mr Potato
memilih untuk bungkam, ia menggenggam bingkai foto yang sedari tadi dilihatnya.
“Baiklah,
jika kau tidak mau bicara. Secepatnya aku akan pergi dari sini. Besok Chand
akan melamarku, dan kami akan ke Frankland untuk pernikahan. Selamat berakhir
pekan.” Volume suaranya merendah, tidak seperti saat pertama ia berbicara di
awal pertemuan. Kemudian tersirat kesedihan yang amat sangat, air matanya
menetes menyentuh pijakan.
Wanita
itu beranjak dari tempat ia berdiri, bergegas meninggalkan apartment itu dan
tak lupa menghapus semua kenangan tentang yang baru saja terjadi.
Mr
Potato masih saja diam, ia tidak tahu harus mengatakan apa pada Anne, tangan
kanannya kemudian merogoh kotak kecil yang diletakkan wanita itu di atas meja.
“Selamat
ulang tahun, Hans. Selamat tanggal 18 untuk yang kesekian kalinya, aku
akan merindukanmu.” Begitu ia membukanya, suara lembut Anne terdengar jelas
ditelinganya. Ia teringat sesuatu. Tanpa disadari, pria bermata coklat itu berlari
ke luar kamar, ia mengikuti kata hatinya.
Sosok
gadis itu ternyata masih dalam jangkauan mata, ia berjalan tanpa gairah,
seperti baru saja melepas seseorang yang berarti dalam hidupnya. Entahlah,
rasanya seperti dicabik-cabik oleh belenggu, sakit sekali.
Lelaki
itu terus saja berlari, hingga akhirnya meneriakkan sebuah nama.
“Anne!
Tunggu!”
Anne
terus berjalan tanpa arah, ia bahkan tak menyadari Mr Potato mengejarnya.
Hans
memanggilnya untuk yang kedua kali. “Anne, aku mohon.”
Kemudian
wanita itu berbalik arah menoleh ke belakang dan mendapati lelaki itu
berkeringat setelah berlari cukup lama. Ia masih diam, tidak memberi komentar
apapun.
Hans
menatapnya dalam dan menemukan mata yang sama, yang dulu selalu membuatnya
tenang.
“Your
eyes are the last thing I wanna see.” katanya memberikan jawaban.
***
ini cerita yang pernah suruh aku baca ya? apa beda sih? hehe^^
BalasHapusEh iya nich, cuman pembuka sm karakter tokoh aja yg sama, inti ceritanya beda soalnya aku males buat ulang hihi ^-^
BalasHapusI wonder sejujurnya.... bluebells itu apa ya? kayaknya bagus banget<3
BalasHapusbluebells itu kamu #salahfokus
BalasHapusbunga yg melambangkan kesendirian :) searching cb qq
hoalah baru tau:O
BalasHapusberarti aku.... bluebells (?) :")
kamu sendiri? hmm
BalasHapusmenurut aku sih enakan jd dandelion :p