Cara mudah atasi mood travelling ke Telomoyo dengan Insto
Onix Octarina
20:22
7
“Travelling
is not only for sightseeing, but also to see more, understanding deeper and
doing better”- Kadek Arini
Untuk kali
pertama, setelah melalui berbagai cerita, tujuan perjalanan saya kali ini tidak
bisa mencapai akhir.
Melewati *Jalan
Nasional Rute 14 dari Utara-Semarang menuju ke arah Selatan-Magelang, saya
bersama Aswad, Akbar, dan Megy berkutat selama 1 jam di jalan menuju Telomoyo
yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Magelang dan Semarang. Gunung ini
lebih tinggi sedikit dari Gunung Andong yang memiliki ketinggian 1726 Mdpl.
Kami memulai
perjalanan pada jam 3 sore dari Tembalang dan baru saja menyadari kalau jalan
arteri nasional yang ditempuh akan seramai dan sepadat itu. Beralasan lupa
rupanya bisa menghambat perjalanan dan ketepatan waktu untuk tiba di tujuan
akhir. Namun hal mutlak ini tidak bisa mengubah apapun seperti rencana awal. Belum
lagi track menuju puncak Telomoyo yang
kami susuri dengan motor, bikin siapa saja ingin turun karena jalannya yang
labil kayak ABG.
“Tau nggak
sih, perjalanan itu ibarat hidup. Pas ketemu jalan rusak kayak gini rasanya
pengen balik ke bawah lagi, kalau ada sesuatu yang sulit dan nggak selesai
rasanya pengen langsung menyerah,” Aswad yang bersama saya saat itu hanya
mengangguk sambil menyelesaikan rute jalan yang rusak. Duh, lagi-lagi saya sok
menggurui.
“Terus?”
Jawabnya menunggu kelanjutan saya.
“Iya, sama
halnya dengan perjalanan, hidup itu ibarat jalan rusak ini. Terlanjur ke bawah
karena nggak telaten menempuh, padahal kalau sabar sedikit langsung nemuin
jalan bagus, tau-tau udah sampe puncak kan. Kita nggak tau ternyata hal sulit
tadi cuma datang sebentar aja, ngetes nyali, padahal jalan itu yang sebenarnya menguatkan
kita,” drama saya panjang lebar, lalu diikuti dengan tawa.
“Siap!” Aswad
yang sedang fokus mengemudikan motor hanya mengiyakan, lalu celetuk, ”Eh kamu
tau Genta Kiswara nggak? Selain Fiersa Besari, aku juga suka tulisannya di caption instagram tentang perjalanan.”
Ada begitu
banyak hal yang baru kami mengerti selama di perjalanan, sampai menyadari kalau
saat itu kabut awan mulai meninggi dan menutupi pandangan ke bawah, sampai kami
akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan rute ke puncak Telomoyo karena
waktu sudah hampir petang.
“Duh, gimana
nih kabutnya udah naik. Dilanjut ke atas nggak?” Tanya Aswad ragu.
“Emang di
atas kita bisa liat apa to?” Interupsi Megy.
“Rawa
Pening,” jawab Aswad seadanya.
“Gunung-gunung
yang lain juga bisa keliatan,” lanjutnya.
“Kalau kita ke
atas, nanti malah nggak dapat gambar apa-apa. Udah jam 5 ini soalnya, gerimis
lagi,” Akbar memberi argumen yang akhirnya menjadi pertimbangan kami berempat
untuk kembali ke bawah.
Kami lupa
sebuah fakta kalau pergi ke Telomoyo saat menjelang senja, resikonya adalah kabut
dan gelap, fatal jika niatnya ingin mengabadikan gambar dari atas gunung.
Track Telomoyo yang kabut Dok.pribadi |
Kami
juga lupa kalau selama di jalan arteri yang disibukkan oleh kendaraan berat
dengan roda berlipat ganda tadi bisa menghalangi pandangan para penglaju: mahasiswa
biasa yang ingin menikmati lansekap dari Telomoyo, menambah urusan Millennials dengan
mood yang baik saat travelling. Yap, karena debu dan asap
kendaraan yang menggumpal, perjalanan menjadi tidak se-cozy sebelumnya.
Di saat Aswad
berhenti karena menemukan spot foto
yang apik saat kami menuju ke bawah, Akbar yang menggunakan helm tanpa kaca malah
bergumam, “Kok perih ya.”
Helm Akbar tanpa kaca |
“Eh ini bagus
lho treknya, kayak di Bandung,” komentar Aswad setelah memarkirkan motor ke
pinggir jalan, diikuti oleh Akbar.
“Iya ya,
kayak di Korea gitu jalannya, kurang daun-daun musim gugur aja,” kata Megy
menambahkan.
Aswad mulai
memberi aba-aba, “Eh ayo foto.”
“Sek to mataku
ini lho,” kata Akbar sambil mengucek mata.
“Kenapa Gel?”
Demikian saya memanggil namanya.
“Karena debu
di jalan nih pasti.” Saya merogoh kantong jaket dan menemukan kotak hijau yang
baru saja dibeli saat sebelum perjalanan. Ini
dia! Batin saya dalam hati.
“Aku tadi
beli insto. Nih.” Begitu saya memberikan obat mata itu, sejurus kemudian, mood Akbar sudah kembali membaik.
Tadinya masih enggan ikut berfoto, sekarang malah paling banyak gaya!
“Makasih
teng,” katanya girang.
Yap, Insto
Regular yang sepertinya akan selalu sedia di dalam kantong bisa digunakan saat
mata perih karena debu, asap, angin, dan kebiasaan Millennials saat ini: main
gadget. Termasuk Akbar, Insto memudahkan perjalanan kami yang singkat ini.
Dok.pribadi |
“Udah kan?
Ayo foto, mumpung spotnya bagus nih,” ajak Aswad sembari menunjuk posisi yang
pas untuk berpose.
“Foto
berempat dong. Pake tripod aja,” Megy tidak sabar mengabadikan momen, karena
takut kalah cepat dibanding kabut dan gelap.
“Gini ya
posenya, ikutin aku.” Saya mulai memberi aba-aba untuk pose foto yang lucu dan unforgettable.
Bermodal tripod, kami semua bisa dalam satu frame Dok.pribadi |
Nyatanya
perjalanan tidak melulu soal destinasi, tidak selalu soal lansekap, tapi tentang
bagaimana kita bisa memaknainya, menemukan hal baru yang kemudian menghinggapi
pikiran kita. Jalanan menanjak yang rusak membuat saya mengerti, bahwa sesuatu
yang sulit bisa dihadapi tanpa keluhan, ia menjadi cara terbaik untuk belajar, mengikis
ambisi, dan menempah sabar.
Jika perjalanan
adalah tentang seberapa banyak tujuan yang sudah kau tempuh dalam listmu, maka
tidak untuk kali ini. Nyatanya kami bisa menikmatinya tanpa harus mengubah
makna, tanpa abai dengan hal-hal sepele. Yes, Insto mudahkan perjalanan
millennials seperti kami yang ingin memburu gambar dari ketinggian, yang ingin
menambah feed di instagram, yang rela menukar hiruk pikuk di jalan dengan sebuah
cerita.
Terima kasih
Insto! Kali ini perjalanan kami bisa selesai tanpa mengurangi mood seorang teman. Terima kasih karena
baru saja mengubah mindset bahwa
mutlaknya sebuah lupa bisa diatasi dengan memaknai perjalanan dari sisi lain.
Dok.pribadi |
*Jalan Nasional Rute 14 adalah jalan arteri nasional dari Semarang di utara dan berakhir di Kota Yogyakarta di selatan. Jalan ini melintasi pegunungan Merapi dan Merbabu di Timur dan pegunungan Sumbing dan Sindoro di Barat. Rute ini sejajar dengan Jalan Tol Semarang-Solo seksi 1 dan 2.
P.S Tulisan pernah dipublikasikan di sini kemudian memenangkan lomba menulis Weekend Escape berhadiah jalan-jalan ke Labuan Bajo gratis
Thankyou Insto!