Jumat, 13 Januari 2017

Lika-Liku

Sumber: http://www.pecintaalam.org/
Suara derit pintu di pagi hari kedengaran dari kejauhan. Perempuan muda baru saja keluar kamar, lalu sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk dua porsi. Sementara di luar sana daun kering berjatuhan, nampak sedang berusaha mengintip ke dekat jendela kamar, lalu hilang disapu angin. Ada lagi yang baru lepas dari ranting, belum sempat menyentuh tanah, lalu terbang meninggi hingga benar-benar menjatuhkan diri di tepi jendela kamar dan mendapati laptop terbuka di atas meja kerja dengan gambar kain sutra nirwana di layarnya. Tertanggal 12 Januari, 07.27, tampaknya baru saja ada yang lembur semalaman.  

Tanpa instruksi, perempuan muda tadi bergegas menuju tempatnya bekerja, meninggalkan porsi yang satu seperti sengaja disiapkan untuk seorang lain. Sepanjang hari ia berusaha keras menjalani  pekerjaan, lelah yang ditanggung membawanya pulang ke rumah. Secangkir kopi dan potongan roti tadi pagi masih di atas meja makan, hanya saja sudah dingin dan meminta si perempuan menggantinya dengan yang baru. Lagi-lagi dua porsi! Ia duduk menghadap layar laptop seperti malam biasanya. Bukan hari ini saja rutinitas seperti ini terjadi, sudah hampir 3 tahun! Ada yang hilang.

Dahulu, hiduplah sepasang Lika-Liku di rumah kecil ini. Ketika yang satu pergi ke kantor, maka yang lain menyiapkan sarapan. Dahulu, jika tetesan air hujan jatuh dari tingkap atap ke sisi ruang tengah, maka yang satu akan membenahinya. Dahulu, ketika amarah membuncah, lalu menjajal pikiran, maka akan ada yang menyuruhnya menyekakan muka, mengajaknya berdamai di sofa. Dahulu, masalah tidak hanya sekadar selesai begitu saja, ada jalan yang berbelit, menempuh yang rumit, urusan jadi panjang! Tapi, dahulu, justru ada mimpi-mimpi yang nyata.

Titik takdir mengantarkan perempuan muda menjalaninya sendiri, ia tak percaya pada manusia yang carut-marut di luar sana. Jika begitu, apakah ada yang berubah? Lika-Liku akan tetap ada, pun jika sudah meniti roda doa. Hanya saja, seorang perempuan muda menjadi lebih kuat ketika dunia berusaha mencekiknya, ia menjadi lebih tabah seperti hujan di bulan Juni. Bahkan ketika hidup sewaktu-waktu menjatuhkannya lagi, kini ia hanya butuh secangkir kopi di meja kerja, untuk melucuti ego, membiarkan masalah meringkuk sendiri. Siapa tahu ada yang hendak memungutnya! Siapa tahu...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.