Rabu, 28 Juli 2021

Perihal tepat waktu

Sudah setahun berlalu tapi hanya ada satu tulisan anyar di sini, saya tidak tau mengapa begitu nyaman tidak menulis di blog berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan jika dibiarkan bisa bertahun-tahun. Padahal dulu saat situasi sedang kritis, saya mencari apa saja yang bisa ditulis. Dulu saat saya sedang butuh penghasilan tambahan untuk bayar tagihan, secepat mungkin saya berlari ke blog ini. Dulu saat ada begitu banyak kenangan yang harus dibagikan, saya mengetuk pintu, masuk ke dalamnya, lalu menulis dengan bahagia. Dulu saat ingin menumpahkan isi kepala yang tidak tau harus dilempar kemana, saya menulis dengan sukarela, dengan berlapang dada tanpa penuh kehati-hatian.   


Barangkali sekarang kondisinya sudah berbeda.


Bukan karena tidak lagi mengalami hal pelik atau tidak ada lagi yang bisa dibagikan, namun karena ingin menyimpannya dalam-dalam di ruang pikiran, yang kira-kira tidak dapat ditemukan oleh siapapun, kecuali diri sendiri. Bukan lagi harus mencari tempat pelarian untuk bercerita lebih banyak, tapi karena sengaja “tidak menyadari” perubahan yang ada, sengaja “pura-pura tidak memahami” kondisi saat itu, sengaja “tidak berbuat apa-apa” untuk menghadapinya, hanya membiarkan terjadi begitu saja.  


Tidak memaksa dan tidak berusaha mencari solusi.


Saya tau sampai kapanpun saya akan kembali ke blog ini, menulis apapun yang ingin ditulis, menulis untuk mengingat, dan menulis untuk diri sendiri. Kata orang menulis bisa mengobati, menjadi sebuah cara untuk menyembuhkan luka, meski sampai saat ini saya belum benar-benar menemukannya.


Ada saat di mana yang dibutuhkan bukan menulis, tapi menangis.

Ada kalanya menulis tidak lagi menggugah, tapi penyangkalan diri supaya tidak jujur terhadap situasi yang dialami. Menulis membutuhkan keterbukaan, yang jika dilakukan malah bisa menjatuhkan diri sendiri ke tempat yang lebih dalam, pekat, gelap, dan tidak ada ujungnya.

Ada waktunya, yang dibutuhkan bukan lagi menulis, melainkan keheningan tanpa suara-suara dalam kepala, ketenangan tanpa mimpi buruk, kesendirian tanpa tuntutan, mencapai tujuan tanpa ketakutan, menikmati hidup tanpa rasa bersalah, meski kadang kala semua tercipta atas kesadaran diri sendiri (baca: overthinking). Lagi-lagi tulisan seperti ini saya ciptakan tengah malam, saat usaha untuk kompromi dengan diri sendiri meluap tak beralasan.




Laci-laci mirip sekali dengan memori dan cerita. Ada yang sering dibuka, ada yang kuncinya sudah rusak dan tidak perlu diperbaiki, ada yang digunakan untuk menyimpan barang berharga, ada yang rapi dan terorganisir dengan baik, ada juga yang berantakan dan tidak ingin dibenahi. 
Laci-laci ini mirip sekali dengan keputusan-keputusan yang diambil. Ada yang sengaja menyisakan ruang di dalam, ada yang penuh namun masih tetap dalam kendali, ada yang tidak ingin diketahui orang lain, bahkan ada juga yang menyembunyikan rapat-rapat, tanpa diambil lagi.




Tidak banyak yang ingin saya tulis setelah dari Juli 2020 tidak menceritakan apapun.

Hanya saja, ada begitu banyak hal yang setahun ini sudah dilewati dan kenyataan yang baru disadari, salah satunya adalah perihal tepat waktu. Ia bisa menjadi amat sederhana jika dilihat lebih dekat. Misalnya, ada hari di mana pas sekali saya tiba di stasiun, lalu turun hujan. Pas sekali sudah di peron, kereta datang. Pas sekali sudah pesan ojek online, baterai telepon genggam habis. Detik-detik kritis itulah yang justru menyelamatkan saya. Semua terjadi tepat waktu bahkan baru menyadarinya setelah sampai di rumah dengan kondisi baik-baik saja.


Saya pernah memikirkan “kemungkinan” jika memilih keputusan lain yang bukan terjadi saat itu. Bagaimana jadinya jika saya tidak mengikuti semua hal yang sudah dilewati hari ini? Apakah akan ada situasi berbeda? Akhirnya akan seperti apa ya? Saya bertanya-tanya.


Kadang kala, ekspektasi kita terhadap perihal tepat waktu begitu rumit, sampai bisa kecewa jika segala rencana tidak terjadi tepat sesuai waktu yang diharapkan. 
Kadang kala, kita juga tidak menyadari bahwa ada hal-hal yang diciptakan bukan untuk kita, diusahakan sekeras apa, jika ia bukan untukmu lantas bisa berbuat apa? Perhitungan tepat waktu versimu tidak lagi berlaku.


Tepat waktu yang bisa kelihatan hanyalah saat kita bisa mengaturnya, sisanya? Ada di luar kendali kita.


Semoga, fakta bahwa saya jarang menulis bukan karena sudah dewasa. Sebab katanya menjadi dewasa adalah hal yang melelahkan.

 

  

Love, peace, love, and peace again. Pada akhirnya yang dibutuhkan dalam hidup adalah cinta dan kedamaian, bukan?

- Onix 

1 komentar:

  1. Tepat waktu atau waktu yang tepat? Saya masih sering bingung perkara waktu ini karena, misalnya, orang sering bilang "membunuh waktu" padahal waktulah yang membunuh kita.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.